Teriak Sepuasnya di Palayangan

Di sela-sela rutinitas pekerjaan, saya berkesempatan untuk rekreasi. Lumayan untuk menghilangkan kejenuhan, kepenatan, dan himpitan pekerjaan yang seakan-akan setia menemani ke mana saja saya melangkah. Kesempatan langka itu tentunya tidak saya sia-siakan.
Berangkat pagi hari dari rumah, saya menuju ke terminal Kampung Rambutan. Di terminal ini saya menumpang Koantas Bima 510 karena bus yang akan membawa saya dan rombongan ke lokasi rekreasi parkir di sekitaran Lebak Bulus. Pada saat naik 510, saya teringat masa kuliah saat naik 510. Sebenarnya, dari sisi fisik tidak ada yang berbeda pada bus ini. Kondisinya menurut saya masih tetap sama. Hanya saja yang berbeda adalah penumpangnya yang tidak seramai dulu pada saat saya naik. Dulu, penumpang di 510 sangat ramai, penuh sesak sehingga untuk bergerak saja amat susah. Tapi, pada saat hari ini saya naik, penumpangnya sepi. Saya tidak tahu apa penyebabnya. Apakah memang kebetulan sepi atau memang saat ini 510 sudah tidak diminati lagi karena adanya saingan dari moda transportasi lain.
Setelah sampai di Lebak Bulus, saya kemudian berjalan kaki menuju ke bus pariwisata yang parkir tidak jauh dari perempatan lampu merah Lebak Bulus (Pondok Indah). Tidak lama menunggu, bus yang saya tumpangi pun berangkat menuju ke Bandung.
Salah satu tiang penyangga jalur kereta api Jakarta-Bandung
Sepanjang perjalanan ke Bandung, saya melihat pembangunan jalur kereta api cepat Jakarta-Bandung yang membelah jalan tol. Pembangunan ini menyebabkan kemacetan yang cukup parah. Tapi ini bisa dimaklumi karena untuk sebuah kemajuan akan ada yang dikorbankan, baik itu tenaga, biaya, waktu, maupun pikiran.
Di sela-sela kokohnya tiang-tiang jalur kereta api, saya melihat para pekerja yang harus bekerja ekstra karena penyelesaian proyek ini dituntut cepat selesai. Pada awalnya, pemerintah menargetkan proyek ini selesai tahun 2019 tapi kemudian target itu dimundurkan menjadi 2020 karena alasan pembebasan lahan.
Saya juga melihat hamparan sawah berada di antara bangunan-bangunan yang ada sepanjang jalan tol. Muncul pertanyaan dalam diri saya apakah sawah-sawah ini bisa bertahan setahun, dua tahun, atau beberapa tahun ke depan. Apakah sawah-sawah itu akan kalah dengan kokohnya tembok-tembok atau tiang baja? Hanya waktu yang bisa menjawab dan membuktikannya.
Hamparan sawah di pinggir jalan tol Jakarta-Bandung
Saat matahari menunjukkan keperkasaannya, saya dan rombongan sampai di Soreang, Bandung. Lokasi kami menginap dengan lokasi outbond ternyata cukup jauh. Kami menginap di Soreang, sementara lokasi selanjutnya yang akan kami tuju adalah Pengalengan/Situ Cileunca. Tapi saya bersyukur karena bisa menikmati indahnya pemandangan selama menuju ke Pengalengan/Situ Cileunca. Di sini ada beragam pilihan outbond, seperti rafting, offroad, flying fox, dan paint ball.
Situ Cileunca, Pengalengan
Untuk offroad, perlu diketahui bahwa jalur offroad di sini bukan seperti jalur offroad di Lembang. Saya pernah merasakan jalur offroad di Lembang sekitar tahun 2016. Saat itu, saking “mantapnya” jalur yang dilewati, mobil yang saya tumpangi sampai patah as dan tidak bisa melanjutkan perjalanan. Itu memaksa saya pindah ke mobil lainnya untuk bisa melanjutkan perjalanan.
Sementara di Pengalengan sangat berbeda. Pada awalnya, saya mengira jalurnya sama atau kalau pun tidak persis sama hanya beda sedikit saja. Tapi, setelah sekian lama saya berada di mobil offroad saya mulai bertanya-tanya di dalam hati, “Koq jalurnya seperti ini?”. Semakin lama pertanyaan itu semakin membuat saya penasaran. Akhirnya, saya bilang ke driver, “Pak, jalur offroadnya kok jauh amat ya.” Si driver pun menjawab, “Ya inilah mas jalur offroadnya.” Oalaaah...ternyata jalur offroadnya adalah jalanan yang membelah perkebunan teh.😱😆
Perkebunan teh di Pengalengan
Saya tidak paham apakah nama kegiatan outbondnya yang tidak pas atau mobil yang kami naiki yang keliru karena kami memang menaiki mobil offroad. Kebetulan mobil offroad yang saya naiki memang didatangkan dari Lembang. Bahkan, ada teman saya yang berkomentar sambil bercanda bahwa kita bukan sedang offroad, tapi kita seperti anak-anak yang sedang naik odong-odong keliling kampung. Hanya bedanya kita naik mobil offroad, anak-anak beneran naik odong-odong.😂
Salah satu mobil offroad
Meskipun offroad di luar ekspektasi, tapi saya bersyukur karena bisa menikmati pemandangan hamparan teh. Di antara hamparan teh, saya berkesempatan melihat makam K.A.R Bosscha (15 Mei 1865-26 November 1928). Seorang tokoh kolonial Belanda yang memiliki sumbangsih penting di Bandung. Menurut catatan sejarah, dia adalah tokoh kolonial yang mendirikan Perkebunan Teh Malabar. Dia juga berjasa dalam perannya merintis pendirian Technische Hogeschool te Bandoeng (saat ini dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung), Societeit Concordia (saat ini dikenal sebagai Gedung Merdeka Bandung), dan Observatorium Bosscha.
Makam Bosscha yang terletak di perkebunan teh Pengalengan
Makam Bosscha
Setelah sejenak melihat makam K.A.R Bosscha, saya melanjutkan perjalanan memandangi perkebunan teh. Di antara hamparan luasnya perkebunan teh saya berjumpa dengan ibu-ibu dan bapak-bapak pemetik teh. Meskipun teriknya sinar matahari begitu menyengat tapi tidak menghilangkan senyum dan tawa bahagia mereka saat menyapa kami lewat.
Daun teh yang baru saja dipetik oleh ibu-ibu dan bapak-bapak pemetik daun teh
Offroad mengelilingi perkebunan teh selesai tepat saat waktu shalat Zuhur. Setelah melaksanakan shalat Zuhur dan makan siang, saya bergerak ke tepian Situ Cileunca. Saatnya rafting! Setelah mengenakan perlengkapan, saya pun naik ke perahu rafting. Untuk menuju lokasi arung jeram di Sungai Palayangan kami terlebih dulu mengarungi Situ Cileunca. Kemudian, kami naik ke atas dan menyeberangi jalan raya untuk selanjutnya turun kembali menuju Sungai Palayangan.
Saat menyeberangi Situ Cileunca
Rafting di Sungai Palayangan cukup memacu adrenalin saya. Sungai Palayangan berhasil membuat saya berteriak sepuasnya. Jika dibandingkan dengan rafting di Sungai Cisadane Bogor ada hal yang membuat Sungai Palayangan lebih unggul, yaitu pemandangan. Pemandangan sepanjang jalur arung jeram Sungai Palayangan sangat indah karena ada pohon pinus dan dan juga kebun warga. Selain itu, arung jeram yang dilewati juga lebih banyak di Sungai Palayangan. Air Sungai Palayangan juga lebih bersih dan kecil dibandingkan dengan Sungai Cisadane.
Rafting di Sungai Palayangan
Satu hal yang berbekas di ingatan saya adalah keinginan kembali mencoba Sungai Palayangan. Suatu saat nanti. Semoga.[]

Posting Komentar

0 Komentar