Sudah sejak lama bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa
yang beragam, toleran, tenggang rasa, saling menghormati, dan menghargai
perbedaan. Bahkan, sejak sebelum Indonesia terbentuk pada tahun 1945, rasa
keberagaman sudah mengejawantah dalam nadi kehidupan Nusantara. Rasa keberagaman itu terus bertahan hingga saat ini. Jika kita melihat kehidupan bermasyarakat
di berbagai wilayah Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas
sampai Pulau Rote, kita bisa menyaksikan mayoritas masyarakat Indonesia hidup
berdampingan dengan rukun dan damai. Perbedaan suku dan agama yang menghiasi
kehidupan sehari-hari mereka tidak menjadi penghalang untuk saling berinteraksi
sosial tetapi malah membuat mereka semakin mendukung dan menyejahterakan bangsa
Indonesia. Kalau pun kita melihat ada perselisihan antar suku atau agama, hal itu
hanya sebagian kecil dari mayoritas besar bangsa Indonesia.
Namun
demikian, meskipun bangsa Indonesia sudah dikenal sebagai bangsa yang
menghormati perbedaan, kita sebagai anak bangsa harus senantiasa memperkuat
persatuan dan terus memupuk rasa keberagaman. Kita tidak boleh merasa jumawa
dengan kondisi Indonesia yang saat ini sudah damai dan rukun. Sebab, jika kita
tidak menyiapkan generasi yang siap hidup dalam keberagaman maka kita tidak
bisa menjamin keberlangsungan bangsa Indonesia di masa depan. Di masa depan
kita tidak tahu bagaimana tantangan generasi penerus bangsa membangun dan
mempertahankan bangsa ini. Kewajiban kita adalah hari ini dan saat ini. Jika
hari ini kita bertindak positif untuk memupuk keberagaman maka kita akan berhasil
melahirkan generasi yang memiliki rasa keberagaman.
Tetapi hal itu tidak mudah.
Ada tantangan besar yang kita jumpai saat ini, yaitu tantangan penyebaran
ideologi asing (transnasional) yang terus berusaha melakukan penetrasi ke
berbagai sisi dan sendi kehidupan bangsa Indonesia. Tantangan lainnya adalah
dahsyatnya serbuan informasi dari berbagai belahan dunia. Kedua tantangan ini
harus menjadi perhatian kita. Hal ini penting agar generasi selanjutnya dapat
terus menikmati kehidupan yang damai dan rukun seperti yang kita rasakan saat
ini.
Terjangan Informasi
Tantangan dahsyatnya terjangan informasi harus dihadapi
dengan menyiapkan benteng yang kokoh. Terjangan informasi masuk melalui
berbagai media, baik media cetak maupun media elektronik. Terkhusus di era dunia
tanpa batas saat ini, telepon genggam pintar (smartphone) memainkan
peran yang besar dalam penyebaran informasi. Dengan smarphone di
genggaman, orang dengan mudah dapat mengakses dan menyebarkan informasi yang
disukai maupun yang dibencinya.
Bahkan, terjangan
informasi itu sudah tidak mengenal media dan batasan usia. Usia anak-anak
sampai dewasa harus menerima kenyataan berhadapan dengan heterogenitas
informasi. Akibatnya, setiap orang di batasan usianya harus siap menghadapi
informasi itu karena tidak setiap informasi yang masuk ke pikirannya berkategori
baik dan bermanfaat. Tidak jarang informasi yang masuk dan datang mengandung kejahatan,
fitnah, provokasi, rasisme, dan kebencian SARA (Suku, Agama, dan Ras). Di
tengah keberagaman bangsa Indonesia, salah satu yang harus menjadi perhatian
adalah penyebaran informasi kebencian SARA, terutama isu-isu agama yang
acapkali “dimainkan” oleh pihak-pihak jahat untuk memecah belah kerukunan umat
beragama di Indonesia.
Ideologi
transnasional juga memanfaatkan media untuk menyebarkan pemahaman dan berbagai
informasi mengenai keunggulan dan kebenaran menurut versinya. Mereka berupaya
masuk ke berbagai forum-forum di dunia maya dan nyata. Dengan kemerdekaan
informasi di Indonesia, kalangan transnasional nampaknya cukup berhasil memanfaatkannya.
Ideologi mereka yang selalu mengklaim paling benar dan paling unggul sudah
pasti tidak cocok dengan bangsa Indonesia yang beragam etnis dan agamanya.
Urgensi Pendidikan Dasar
Untuk membangun benteng yang kokoh diperlukan bahan
material yang bagus dan teruji ketahanannya. Bahan material itu tidak bisa asal
comot. Ia harus disiapkan sedemikan rupa agar benteng yang dibangun
benar-benar kokoh dan tahan dari berbagai situasi dan kondisi. Selain material,
waktu pembangunan benteng juga harus menjadi perhatian. Pembangunan yang
dimulai dengan waktu yang maksimal alias tidak terburu-buru akan menghasilkan
benteng yang kualitasnya terjamin.
Benteng
yang kokoh merupakan perumpaan pentingnya penyiapan diri sejak awal (dini) untuk
menghadapi tantangan pelestarian kerukunan beragama di Indonesia. Salah satu
persiapan dini yang bisa dilakukan adalah memaksimalkan pendidikan dasar. Pendidikan
dasar adalah benteng bagi bangsa Indonesia karena pendidikan dasar melahirkan
generasi-generasi Indonesia berikutnya. Oleh sebab itu, diperlukan kurikulum
yang benar-benar sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia agar kerukukan
beragama selalu ada di bumi Indonesia.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Dengan
demikian, pendidikan dasar merupakan batu pijakan untuk pendidikan di jenjang
berikutnya. Untuk menciptakan batu pijakan yang kokoh dan baik diperlukan
penyusunan kurikulum yang pas. Sebab, pendidikan dasar sebagi landasan bagi
pendidikan menengah mewajibkan kurikulum yang benar-benar mantap, berkualitas,
dan bersemangatkan keindonesiaan.
Sebagai mana diketahui, pendidikan
dasar di Indonesia terdiri dari Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan/atau bentuk lain
yang sederajat. Jenjang pendidikan dasar ini menjadi tempat pembentukan jati
diri seseorang. Akan menjadi apa seseorang di masa depan sangat dipengaruhi
oleh pendidikan dasarnya. Oleh sebab itu, penyusunan kurikulum jenjang
pendidikan dasar sangat penting (urgen) sehingga harus mendapatkan perhatian
lebih, utama, dan maksimal.
Penyusunan Kurikulum
Pengertian kurikulum termaktub dalam Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini menjelaskan
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengertian ini jelas
menunjukkan bahwa kurikulum memainkan peran yang signifikan untuk tercapainya
tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, dalam penyusunan kurikulum tidak bisa
dilakukan dengan serampangan alias tanpa aturan. Tidak bisa seorang guru
atau sekolah merasa bahwa apa yang menurutnya penting lalu dengan mudah
memasukkannya hal penting itu ke dalam kurikulum yang disusunnya.
Dikarenakan pendidikan dasar
merupakan basis untuk pendidikan selanjutnya maka penyusunan kurikulum pendidikan
dasar harus memedomani peraturan yang berlaku. Dalam penyusunan kurikulum
pendidikan dasar, hal penting yang harus diperhatikan adalah kurikulum
pendidikan dasar wajib memuat pendidikan agama. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional menempatkan pendidikan agama di nomor pertama bukan di nomor kedua
atau nomor berikutnya bukan tanpa maksud dan tujuan. Hal itu bermaksud untuk
menunjukkan bahwa pendidikan agama sangat penting dalam menciptakan karakter
seseorang dan menjamin keberlangsungan bangsa Indonesia di masa depan.
Moderasi Beragama
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberikan definisi
moderasi adalah pengurangan kekerasan; penghindaran keekstreman. Sementara,
buku Moderasi Beragama yang diterbitkan oleh Balitbang Diklat Kementerian Agama
menyebutkan bahwa kata moderasi berasal dari bahasa Latin moderâtio
(ke-sedang-an, tidak berlebihan, tidak kekurangan), bahasa Inggris moderation
(rata-rata, inti, baku, tidak berpihak), dan bahasa Arab wasath atau
wasathiyah (tengah-tengah, adil, berimbang). Berdasarkan kata-kata
tersebut, buku ini kemudian memberikan definisi moderasi beragama adalah cara
pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah, selalu
bertindak adil, dan tidak ekstrim dalam beragama. (Moderasi Beragama, Balitbang
Diklat Kementerian Agama, hal. 17)
Pengertian moderasi beragama
di atas menjadikan seseorang memiliki sikap yang seimbang antara menghormati
praktik agama orang lain dan mengamalkan ajaran agamanya sendiri. Orang yang
memiliki moderasi beragama selain melaksanakan perintah agamanya seperti shalat,
puasa, zakat, dan lain sebagainya juga menghormati ritual dan keyakinan agama
orang lain. Ia tidak mempermasalahkan perbedaan keyakinan, namun tidak pula
meyakini keyakinan orang lain yang berbeda keyakinannya dengan dirinya. Ia
berdiri di tengah-tengah. Artinya, moderasi beragama akan melahirkan generasi
yang toleran, rukun, dan siap menerima perbedaan. Hasilnya, dengan moderasi
beragama akan tercipta kehidupan bersama antar umat beragama yang damai dan
harmoni.
Moderasi Beragama dalam Kurikulum Pendidikan Dasar
Moderasi beragama yang dimasukkan dalam kurikulum
pendidikan dasar akan menciptakan generasi Indonesia yang maju. Anak-anak
Indonesia yang dididik di jenjang pendidikan dasar akan mendapatkan pemahaman
mengenai keberagaman agama di Indonesia. Pemahaman ini akan memperkuat
praktik-praktik keberagaman yang sudah ada di kehidupan bangsa Indonesia.
Hasilnya, pemahaman dan praktik akan saling menguatkan interaksi antar
masyarakat di Indonesia.
Dengan diserapnya moderasi agama dalam pendidikan dasar akan melahirkan
generasi yang maju. Hal itu dikarenakan generasi Indonesia akan fokus membangun
peradaban Indonesia. Generasi Indonesia tidak akan dipusingkan lagi dengan
permasalahan perbedaan agama—yang memang sejak dari awal merupakan landasan
terbentuknya bangsa Indonesia. Perdebatan-perdebatan tidak penting mengenai
heterogenitas praktik agama yang acapkali menguras tenaga dan pikiran anak
bangsa dapat dihindari bahkan dihilangkan. Hasilnya, peradaban bangsa Indonesia
dapat terus berkembang maju dalam bingkai keharmonisan dan kerukunan antar anak
bangsa sampai ribuan tahun.[]
0 Komentar