Curup, Kota Dingin di Tanah Bengkulu


Kota kecil berhawa dingin. Perbukitan menghiasi setiap sudut perkotaan. Lalu lalang kendaraan mengisi sisi ruang jalanan yang tidak terlalu lebar namun mulus. Perumahan warga berlapis-lapis. Mulai dari pinggiran jalan hingga masuk ke pedalaman gang.

Perjalanan ke Curup diawali dengan bangun pagi. Setelah shalat Subuh, saya berangkat ke terminal Kampung Rambutan untuk naik damri ke Bandar Udara Soekarno Hatta. Perjalanan di pagi hari ini harus dijalani karena pesawat yang saya tumpangi ke Bengkulu terbang pukul 06.50 wib. Pilihan waktu ini sebenarnya bukan tanpa alasan. Yang jelas ada dua alasan utama kenapa saya memutuskan untuk terbang di pagi hari. Pertama di Jakarta perjalanan ke bandara pada subuh sangat mengutungkan karena terbebas dari macet sehingga perjalanan bisa diukur dan sampai ke tujuan dengan cepat. Kedua, perjalanan ke Curup membutuhkan waktu lebih kurang 2,5 jam dari Bengkulu. Dengan demikian, saya bisa mendapatkan waktu istirahat yang cukup saat tiba di Curup.

Pesawat yang saya tumpangi mendarat di Bandar Udara Fatmawati sekitar pukul 08.00 wib. Perjalanan ke Curup dari Bandar Udara Fatmawati Bengkulu dengan menaiki travel. Travel yang saya tumpangi nampaknya bukan angkutan bertrayek umum karena saya lihat platnya berwarna hitam. Di samping itu, travelnya pun lebih terlihat seperti mobil pribadi.

Untuk sampai ke Curup, kita melewati 2 kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kabupaten Kepahiang. Jalan-jalan menuju Curup cukup mulus. Meskipun harus melewati kelokan jalan-jalan yang memeluk perbukitan namun kondisi jalan yang mulus menambah keasyikan perjalanan. Ditambah dengan pemandangan indah sepanjang perjalanan membuat waktu 4 jam perjalanan tidak begitu terasa. Pemandangan perbukitan dan jurang-jurang dalam menghiasi sisi kanan dan kiri jalanan. Di daerah-daerah tertentu yang datar terdapat warung-warung. Warung-warung itu menjulan aneka makanan ringan dan minuman. Di samping itu, warung-warung tersebut juga menyediakan toilet. Ini sangat membantu orang-orang yang sedang melakukan perjalanan jauh.




Rafflesia Arnoldi

Di tempat-tempat tertentu saya juga melihat ada orang-orang yang berdiri di pinggir jalan. Mereka berdiri di dekat tulisan “Wisata Bunga Mekar Rafflesia”. Tulisan itu dibuat di spanduk yang mereka tancapkan di atas tanah. Saya menduga mereka adalah orang-orang yang memandu wisatawan yang ingin melihat bunga Rafflesia mekar. Bunga terbesar di dunia ini hanya mekar pada saat-saat tertentu saja.

Bunga Raflesia Arnoldi bunga raksasa yang pertama kali ditemukan tahun 1818 di daerah Sungai Manna oleh Dr. Joseph Arnold. Berkat temuannya itulah nama bunga ini dinamakan dengan Rafflesia Arnoldi. Nama Rafflesia sendiri diambil dari nama Thomas Stamford Raffles yang memimpin ekpedisi saat itu. Dengan demikian, nama Rafflesia Arnoldi merupakan gabungan dari dua nama yang dianggap sebagai penemu bunga ini. Selain nama Rafflesia Arnoldi, bunga ini juga disebut dengan Bunga Bangkai karena bau busuk yang dikeluarkannya. Rafflesia Arnoldi telah menjadi ikon Bengkulu karena bunga ini pertama kali ditemukan di kawasan hutan Bengkulu.

Namun sayangnya, bunga ini terancam habitatnya. Usianya yang pendek, yaitu sekitar 5-7 hari saat sudah mekar menjadi salah satu penyebab status endemik bunga ini. Selain itu, aktifitas penebangan hutan juga ikut berperan dalam mempercepat kepunahan bunga terbesar di dunia ini.

Tiba di Curup

Sebelum masuk waktu shalat Zuhur, saya sudah sampai di Curup. Saat saya sampai di kota ini awan gelap menggelayut di langit Curup. Saya mengira itu adalah pertanda akan turun hujan. Ternyata, selama 10 hari saya di Curup tidak pernah melihat birunya langit.

Saya tidak tahu mengapa selama 10 hari itu tidak pernah terlihat langit biru. Tapi, agaknya kondisi itu ada penyebabnya. Hal itu agaknya berkaitan dengan hari pertama bangun pagi di Curup disambut dengan aroma asap. Saat akan membuka jendela hotel tempat saya menginap, sergapan aroma asap membuat saya seketika menutup kembali jendela.

Serbuan asap ini membuat kondisi Curup seolah-olah selalu mendung akan turun hujan. Saya tidak tahu apakah asap yang ada di Curup ini berada dalam kategori apa tapi yang jelas aromanya mampu menembus kamar hotel meskipun tidak ada jendela yang terbuka. Saat saya tanyakan ke warga, asap itu merupakan kiriman dari daerah lain. Menurut warga tidak ada akrifitas pembakaran di daerah Curup. Untuk menjaga kesehatan, aktifitas di luar ruangan saya lakukan dengan selalu menggunakan masker.

Suban Air Panas

Saat berkunjung ke Curup belum lengkap rasanya kalau tidak ke Suban Air Panas. Suban Air Panas merupakan objek wisata pemandian air panas. Di tempat ini kita bisa menikmati kolam-kolam yang berisi air panas. Tidak jauh dari pintu masuk terdapat kolam-kolam air panas berbentuk persegi panjang. Sementara itu, jika merasa air di kolam itu terasa terlalu panas kita bisa merasakan air yang tidak terlalu panas atau air hangat. Air hangat itu terletak di atas bukit. Untuk menuju ke tempat air hangat ini kita harus membayar kembali.








Jika air panas terdapat pada kolam-kolam kecil berbentuk persegi panjang, kolam air hangat terdapat di kolam renang yang besar. Kolam renang besar ini diperuntukkan untuk dewasa karena airnya yang dalam. Untuk anak-anak disedikan kolam renang yang berukuran lebih kecil alias mini. Menurut penjaga pintu masuk, kolam air hangat ini dikelola oleh warga. Oleh sebab itulah pengunjung membayar kembali saat masuk ke tempat ini.

Selain dapat menikmati air panas di kolam, pengunjung juga bisa merasakan air panas melalui pancuran. Air pancuran panas itu berfungsi untuk terapi. Hal itu dapat dilihat dari tulisan yang terpampang pada papan pemberitahuan yang dipasang di sekitar area air pancuran panas.

Meskipun objek wisata ini bernama Suban Air Panas tapi pengunjung tidak melulu hanya bisa menikmati air panas atau air hangat. Penunjung juga bisa menikmati mandi di kolam renang biasa. Kolam renang ini cukup luas dan lebar.

Objek wisata lain yang paling menarik menurut saya adalah air terjun. Untuk menuju ke air terjun ini kita harus berjalan ke atas terlebih dahulu. Selain itu, kita kembali harus membayar uang masuk untuk dapat menikmati indahnya air terjun ini. Pemandangan di sepanjang jalan menuju air terjun ini sangat indah. Namun sayangnya, perjalanan indah ini hanya ditempuh dalam beberapa menit saja karena memang jarak air terjun itu tidak lah jauh dari pintu masuk Suban Air Panas. Sesampainya di air terjun, kita bisa menikmati hawa dingin dan terpaan deras air terjun. Namun sayangnya, di air terjun tidak bisa mandi. Debit air di air terjun ini cukup kecil sehingga tidak memungkinkan untuk mandi. Kita hanya bisa memandangi air terjun dan berfoto ria saja.







Selain dapat mengunjungi objek wisata Suban Air Panas, di Curup juga bisa mengunjungi Danau Mas Harun Bastari. Di tengah danau ini menurut beberapa website yang mengulasnya terdapat huruf C. Meskipun saat saya melihatnya secara langsung, bahkan dari atas bukit huruf C yang dimaksud tidak terlihat. Saya hanya melihat dataran di tengah danau yang berdiri satu buah rumah di atasnya. Danau ini masih menyimpan potensi-potensi menarik yang bisa dikembangkan untuk menarik wisatawan. Misalnya daratan di tengah danau yang masih dibiarkan kosong, hanya ada 1 bangunan berbentuk rumah. Saat saya berkunjung ke danau ini hanya ada wisata perahu untuk mengelilingi danau.









Kembali ke Jakarta

Dikarenakan pesawat ke Jakarta terbang di pagi hari, saya memilih untuk menginap 1 malam di Kota Bengkulu. Sebelum kembali ke Jakarta, saya gunakan untuk menikmati indahnya Pantai Sungai Suci. Pantai ini berada di pinggiran Kota Bengkulu. 














Di pantai ini kita bisa menyaksikan lekukan-lekukan daratan dan pulau yang terbentuk dari kikisan ombak. Terdapat satu pulau yang bisa dikunjungi dengan menaiki tangga tali terlebih dahulu. Di pulau ini, kita bisa menikmati pemandangan indah sambil menikmati air kelapa. Pulau ini menyediakan kursi-kursi untuk duduk sehingga kita bisa duduk santai menikmati pemandangan.[]

Posting Komentar

0 Komentar