Generasi Covid-19

Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menjadi fenomena dahsyat generasi abad ini. Virus yang mulai terdeteksi penyebarannya pada Desember 2019 di Kota Wuhan, China ini seolah-olah membangunkan masyarakat dunia yang selama ini tertidur dan tidak menyadari bahwa virus dengan mudah dapat menyebar ke berbagai penjuru dunia. Masyarakat dunia nampaknya masih kurang menyadari bahwa antar negara di dunia memiliki hubungan yang sudah demikian rekatnya sehingga sangat sulit untuk dipisahkan. Hubungan dekat inilah yang “mempermudah” Covid-19 menyebar ke seluruh dunia.

Penyebaran virus ini ke mayoritas negara-negara di dunia menimbulkan dampak yang serius. Hampir setiap sisi kehidupan dihantam oleh virus ini. Mulai dari sektor pendidikan, budaya, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan harus merasakan dampak terjangan Covid-19. Bahkan tidak hanya itu, sektor keagamaan yang berada dalam ranah suci tidak luput dari hantaman dahsyatnya pandemi ini. Akibatnya, tidak hanya negara-negara berkembang, negara-negara besar pun (atau mengklaim dirinya sebagai negara maju) secara tidak sadar menunjukkan kewalahan menghadapi serbuan pandemi ini.

Fakta di lapangan secara nyata menunjukkan berbagai sektor yang disebutkan di atas terdampak sedemikian rupa sehingga menyebabkan setiap orang di generasi ini harus merasakan akibat yang tidak pernah terlintas dalam hidupnya, atau mungkin bahkan di dalam angan-angannya.

Pendidikan

Akibat pandemi ini, dunia pendidikan harus rela beradaptasi, atau dengan istilah lain “dipaksa” menyesuaikan diri. Pembelajaran yang berlangsung di sekolah harus diliburkan, diganti dengan pembelajaran di rumah. Murid-murid yang biasanya bertatap muka langsung dengan guru harus menyesuaikan diri dengan belajar secara non tatap muka. Kalau pun mau bertatap muka hanya bisa dilakukan secara virtual melalui laptop, komputer, atau smartphone.

Tidak hanya itu, tugas pembelajaran yang biasanya langsung diberikan oleh guru, dikarenakan pandemi Covid-19 ini harus diberikan melalui berbagai gadget. Akibatnya, para orang tua dipaksa harus siap menjadi guru bagi anak-anaknya. Orang tua harus rela dan siap menggantikan peran guru di sekolah. Kondisi ini tidak jarang menimbulkan berbagai keluh kesah para orang tua yang merasa “kurang” memiliki kemampuan dalam menjalankan peran seorang guru. Tidak hanya orang tua yang merasa terbebani dengan “jabatan” barunya ini. Seorang anak pun yang biasanya bercengkrama dan bermain dengan teman-temannya di sekolah harus rela di rumah saja. Kondisi ini mengakibatkan si anak acapkali bertanya, “kapan masuk sekolah?” “Aku sudah bosan di rumah”, demikian di antara ucapan-ucapan yang terlontar dari mulut polos seorang anak.

Sebagian guru ada yang mencoba melakukan tatap muka dengan murid-muridnya. Ada yang melalui aplikasi Zoom, Skype, dan lain sebaginya. Namun sayangnya, tidak semua guru yang melakukan ini. Hanya 1 atau 2 orang guru saja yang rutin melakukan ini. Tidak hanya itu, kendala sinyal internet yang masih lelet menyebabkan proses pembelajaran online ini menjadi terganggu atau tidak maksimal.

Kondisi-kondisi di atas menyebabkan proses pembelajaran yang berlangsung selama pandemi Covid-19 menjadi kurang optimal. Ketidakoptimalan ini salah satunya disebabkan oleh keterpaksaan dunia pendidikan dalam menghadapi terjangan Covid-19. Selain itu, ketidaksiapan pemangku kepentingan pendidikan juga memiliki andil dalam kurang optimalnya proses pembelajaran. Jika ini terus dibiarkan dan pandemi ini tidak segera berakhir maka akan berakibat pada kemajuan bangsa ke depan. Hal ini dikarenakan kemajuan bangsa di masa depan ditentukan oleh generasi saat ini. Jika generasi saat ini tidak mendapatkan pendidikan yang optimal maka sudah pasti akan berakibat pada masa depan.

Ekonomi

Sektor ekonomi juga harus merasakan dampak dari hantaman virus ini. Perusahan-perusahan terpaksa merumahkan pegawainya. Dikarenakan karyawan dirumahkan, maka produksi tidak berjalan. Dengan demikian, pemasukan perusahan menjadi terganggung sehingga tidak sedikit karyawan yang harus rela di-PHK karena perusahan tidak mampu memberikan gaji.

Tidak hanya perusahan-perusahan yang bergerak dalam bidang produksi yang terbebani, perusahan yang menyediakan jasa juga harus merasakan dampak dari virus ini. Sebagai contoh mall yang harus tutup. Ditutupnya mall-mall sudah tentu berimbas pada perusahan dan karyawan yang bekerja di mall tersebut ataupun yang berada di sekitar mall itu. Perusahan persewaan transportasi online yang menyediakan jasa transportasi juga terdampak oleh Covid-19. Yang lebih parah terdampak tentunya pengemudi transportasi online yang harus berhenti menarik penumpang. Hal ini tentunya secara langsung berdampak pada penghasilan mereka yang selama ini bergantung pada penumpang.

Tidak hanya karyawan dan pengemudi ojek online yang mengalami penurunan penghasilan, para PNS yang selama ini dianggap sebagai pegawai yang memiliki risiko pekerjaan paling aman ternyata juga harus merasakan dampak dari Covid-19. Penghasilan PNS harus rela dikurangi karena anggaran pemerintah dialihkan untuk penanganan pandemi ini. Sebagai abdi negara tentunya PNS harus mendukung setiap usaha pemerintah meringankan beban masyarakat.

Sosial Budaya

Kehidupan sosial budaya masyarakat juga harus merasakan pedihnya hantaman Covid-19. Kebiasaan masyarakat Indonesia yang setiap bertemu saling bersalaman satu sama lain harus dihentikan. Salaman era Covid-19 “cukup” dengan meletakkan kedua tangan di atas dada. Tidak hanya itu, masyarakat juga tidak boleh berkerumun atau berkumpul. Setiap orang hanya boleh berdekatan dalam jarak minimal 1 meter.

Di samping itu, jika keluar rumah setiap orang wajib menggunakan masker. Hal yang sebelumnya sangat jarang dilakukan oleh masyarakat. Tidak hanya itu, sekembalinya dari luar, pakaian yang dikenakan harus diganti dan dicuci. Orangnya pun harus segera mandi.

Di hampir setiap tempat keramaian disediakan air dan sabun untuk mencuci tangan. Hal ini dikarenakan Covid-19 mengharuskan orang untuk bersih agar terhindar dari infeksinya. Covid-19 berhasil memaksa manusia untuk selalu bersih.

Kebiasaan-kebiasaan “baru” di atas sedikit banyak memberikan pengaruh kepada masyarakat. ada masyarakat yang dengan mudah dan cepat beradaptasi dengan budaya baru ini. Namun sayangnya, masih terdapat juga masyarakat yang tidak mampu atau mungkin tidak mau menyesuaikan diri dengan budaya baru ini. Padahal, keengganan itu bisa membahayakan dirinya dan orang lain, yaitu tertular Covid-19.

Keagamaan

Siapa yang akan mengira ranah suci keagamaan juga harus merasakan dampak dari virus ini. Ibadah yang merupakan sarana komunikasi personal seorang hamba kepada Khalik-Nya harus terganggu oleh virus ini. Bagaimana mungkin seorang muslim tidak bisa melaksanakan ibadah Shalat Jumat selama berminggu-minggu. Faktanya sampai saat ini, terutama di daerah zona merah pandemi Covid-19, tidak boleh melaksanakan Shalat Jumat berjamaah.

Ibadah malam bulan Ramadhan yang biasanya semarak dengan tarawih berjamaah di masjid atau musholla terpaksa hilang. Kaum muslimin dipaksa virus Covid-19 shalat di rumah. Penghasilan para ustadz yang biasanya panen raya pada bulan Ramadhan karena mengisi ceramah harus rela hilang. Jadwal yang sudah tersusun rapi dari satu masjid ke masjid lainnya hanya menjadi goresan di atas kertas, tanpa bisa dilaksanakan. Hal ini tentunya berdampak pada perekonomian para ustadz.

Masjid-masjid atau musholla yang biasanya ramai dengan suara tadarusan (membaca Al-Qur’an) menjadi hening. Tidak ada lagi lantunan bacaan ayat suci Al-Qur’an yang biasanya terdengar sampai larut malam. Akibat Covid-19, Ramadhan 1441 H/2020 M ini menjadi bulan yang tidak ada shalat tarawih berjamaah di masjid/musholla dan tidak ada tadarusan.

Selepas Ramadhan, bulan Syawal menjadi bulan istimewa bagi kaum muslimin karena di bulan ini kaum muslimin merayakan Hari Raya Idul Fitri. Namun, akibat Covid-19 lebaran Idul Fitri 1441 H/2020 menjadi kurang istimewa. Hal itu dikarenakan pada lebaran kali ini tidak ada Shalat Id berjamaah di masjid atau lapangan. Masyarakat hanya dibolehkan berjamaah di rumah masing-masing.

Situasi dan kondisi salah satu pasar di Jakarta yang macet dan ramai meskipun ada himbauan dari pemerintah untuk menghindari kerumunan

Keistimewaan lebaran tahun 2020 M ini juga serasa berkurang dengan tidak adanya tradisi mudik. Sebagaimana diketahui mudik merupakan peristiwa khusus yang ada di Indonesia. Setiap edisi mudik akan dimulai, biasanya media massa baik elektronik ataupun cetak akan memberitakannya, mulai dari minus lebaran sampai dengan plus lebaran. Nostalgia kemacetan dalam mudik menjadi berita pewarta dan kenangan tersendiri bagi pemudik. Namun, tahun ini semua itu tidak ada. Covid-19 memaksa Pemerintah mengeluarkan kebijakan melarang masyarakat mudik untuk menghindari penularan Covid-19. Jika ada yang memaksa mudik dan ketahuan oleh petugas maka akan dipaksa putar balik kembali ke tempatnya semula.

Lebaran 2020 M ini juga ditandai dengan tidak adanya silaturahim dari rumah ke rumah. Biasanya dalam tradisi lebaran masyarakat akan pergi ke rumah-rumah tetangganya untuk bersalam-salaman. Namun dikarenakan virus Covid-19, tradisi yang baik ini terpaksa harus ditunda terlebih dahulu.

Hikmah

Tidak ada suatu peristiwa yang tidak ada hikmahnya. Setiap orang bisa mengambil hikmahnya jika ia mau dan jeli melihatnya. Dengan adanya Covid-19 ini, kita mendapat pelajaran bahwa hidup sehat itu adalah hal yang sangat penting. Kesehatan tidak hanya berguna bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.

Dalam beribadah pun kita dapat mengambil hikmah dari terjangan virus ini. Virus ini mengajarkan kita bahwa ibadah itu merupakan hal yang luas. Ibadah dapat dilakukan dengan cara apa saja, di mana saja, dan kapan saja. Selama beribadah kepada Sang Penguasa dilandasi oleh keikhlasan maka akan bernilai pahala di sisinya. Sang Khalik tidak akan melihat di mana tempatnya, berapa jumlahnya, atau kapan waktunya. Keikhlasan hamba adalah poin utama dalam beribadah. 

Pelajaran lain yang dapat diambil dari pandemi Covid-19 ini adalah kesadaran masyarakat. Artinya masyarakat harus secara bersama-sama bergerak dan berjuang dengan pemerintah untuk melawan penyebaran virus ini. Karena virus ini menyerang ruang publik dan ruang private maka tidak bisa hanya pemerintah saja yang berperan. Masyarakat harus ikut serta berperan agar virus ini segera berlalu dan hilang dari tanah Indonesia.[]

Posting Komentar

0 Komentar