Saat orang menyebut Pulau Bangka maka yang terlintas di
benaknya adalah timah. Timah sudah menjadi ikon bagi pulau ini karena sejak
lama timah ditambang di daerah ini. Beragam pemerintah pernah mengeruk timah
dari dalam perut bumi Bangka sampai hari ini. Saat ini, selain pemerintah
Indonesia, masyarakat Bangka juga melakukan penambangan timah.
Setelah berabad-abad hanya menjadi penonton saat timah
dikeruk dan diangkut dari tanahnya, baru lah pada tahun 2000-an masyarakat di Pulau
Bangka dibolehkan menambang timah. Ternyata kebijakan ini membawa dampak
positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika dulu yang kaya hanya
karyawan-karyawan penambang timah maka saat ini masyarakat juga memiliki
kekayaan yang sama dengan karyawan-karyawan itu. Bahkan, masyarakat banyak yang
lebih kaya.
Jika dulu sebelum masyarakat diizinkan menambang sangat
jarang melihat rumah berdinding beton dan motor di desa-desa Pulau Bangka, maka
saat ini rumah beton dan motor menjadi pemandangan biasa di desa-desa pulau
ini. Bahkan, banyak masyarakat yang sudah memiliki mobil pribadi. Hal-hal
seperti ini sangat mustahil bisa terwujud saat masyarakat dilarang menambang
timah.
Dulu, saat masyarakat hanya menjadi penonton, timah
adalah barang yang menakutkan. Masyarakat sangat dilarang keras mengambil timah
meskipun timah itu ada di ladangnya. Jika kedapatan mengambil timah maka
masyarakat akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Dikarenakan hal itu, ada
semacam kepercayaan dalam masyarakat Bangka yang mampu membuat timah menjadi
tidak bernilai.
Seandainya ada timah ditemukan di kebun atau ladang masyarakat
maka ia akan menemui dukun. Dengan kemampuannya, dukun tersebut membuat timah
yang ada di kebun atau ladang masyarakat menjadi ampak. Ampak adalah
bahasa asli Bangka yang memiliki makna timah yang ada menjadi ringan, tidak
bernilai. Akibatnya, timah tersebut menjadi tidak ada gunanya untuk ditambang. Masyarakat
menjadi aman. Aman karena ia terhindar dari hukuman berat rezim jika ketahuan
mengambil timah dan juga aman dari rusaknya kebun atau ladang yang pasti akan
ditambang oleh rezim.
Namun, itu semua sudah menjadi cerita masa lalu. Saat ini,
masyarakat Pulau Bangka bebas menambang timah. Masyarakat berlomba-lomba
menambang timah. Dengan hasil yang didapat, masyarakat dapat membeli apa saja
yang mereka inginkan. Akibat aktivitas menambang ini, kebun atau ladang masyarakat
menjadi rusak. Bahkan, hutan lindung pun tidak luput dari penambangan
masyarakat. Kebun, ladang, tanah, hutan, laut menjadi hancur.
Buah durian ditumpuk berdasarkan harga dan jenisnya. Biasanya, pembeli ramai membeli durian pada malam hari. |
Jika, kita melihat dari udara, saat ini tanah Pulau
Bangka sudah banyak yang “hancur”. Di sana-sini bertebaran lubang-lubang bekas
galian timah. Masyarakat Bangka menyebut bekas galian timah tersebut dengan
nama kolong dan camoi. Kolong adalah sebutan untuk bekas galian
timah yang besar. Luas bekas galian yang disebut kolong seperti danau. Adapun, camoi adalah bekas galian timah yang berukuran kecil. Diameternya hanya
beberapa meter saja. Pada umumnya, kolong adalah bekas galian timah yang
ditinggalkan oleh penambang besar sekelas PT, CV, dan TK. Sementara camoi adalah
bekas galian penambang timah kecil atau tambang timah rakyat.
Dengan kondisi Pulau Bangka saat ini, sudah saatnya
masyarakat Bangka beranjak dari timah. Masyarakat harus mulai berani
meninggalkan timah dan berpindah ke hal lain. Lupakan timah jika masih sayang
kepada anak cucu. Demikian kira-kira ungkapan untuk masyarakat Bangka.
Banyak potensi yang dimiliki Pulau Bangka selain
penambangan timah. Pulau Bangka memiliki pemandangan yang indah sehingga bisa
menjadi tujuan wisata. Pantai-pantai di Pulau Bangka memiliki pasir putih dan
bebatuan indah sehingga menjadi daya tarik eksotis bagi pulau ini. Keindahan pantai
di Pulau Bangka tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Perpaduan antara
lautan biru, pasir putih, dan bebatuan hitam menjadi keindahan sempurna pantai
Bangka.
Bulan purnama di atas pemukiman nelayan Kampung S. Tebuk, Lubuk Besar, Bangka Tengah. |
Tidak aneh jika kota Pangkalpinang sebagi kota terbesar
di Pulau Bangka mengalami kemajuan yang pesat. Sejak dari tahun 2015 berbagai proyek
pembangunan marak di kota ini. Mulai dari pusat perbelanjaan, hiburan, hotel
tumbuh silih berganti layaknya rumput di musim hujan. Hotel-hotel berbintang
saat ini mudah ditemukan di kota Pangkalpinang. Di samping itu, bandara Depati
Amir sebagai akses transportasi udara ke dan dari Pulau Bangka dibangun menjadi
lebih modern dan megah. Gedung bandara lama ditinggalkan karena dianggap tidak
mampu lagi menampung penumpang yang datang ke Bumi Serumpun Sebalai.
Pemerintah dan masyarakat Bangka harus bekerja lebih
keras lagi agar berbagai potensi wisata yang ada bisa dijual secara maksimal. Masih
banyak pantai-pantai “perawan” yang belum dijamah oleh pelancong. Padahal,
pantai-pantai itu memiliki keindahan yang sangat menarik jika dijadikan objek
wisata.
Selain wisata, Pulau Bangka juga memiliki potensi
perikanan yang besar. Lautan di Pulau Bangka memiliki beragam ikan segar yang
bisa ditangkap oleh nelayan. Mulai dari nelayan tradisional sampai dengan
nelayan modern bisa memanfaatkan potensi perikanan di pulau ini. Jangan sampai
ikan-ikan yang ada di pulau ini justru diambil oleh nelayan dari daerah lain. Oleh
karena itu, perlu dukungan dari pemerintah agar nelayan-nelayan yang ada di
Pulau Bangka memiliki alat tangkap ikan yang baik.
Masyarakat Bangka juga bisa kembali mengembangkan sektor
perkebunan. Karet, lada, singkong, dan buah-buahan bisa tumbuh subur di daerah
ini. Oleh karena itu, masyarakat bisa menanam itu semua di tanah yang masih
bisa dimanfaatkan. Saat saya berkunjung ke Pulau Bangka bulan Desember ini,
panen durian sedang berada pada puncaknya. Di sepanjang jalan banyak ditumpuk
durian-durian hasil panen kebun masyarakat.
Pohon karet yang belum diambil getahnya. Jika dilakukan perawatan yang baik maka sekitar lebih kurang 2 tahun lagi pohon karet ini siap diambil getahnya. |
Berdasarkan catatan sejarah, pada masa dahulu
Pulau Bangka banyak dilintasi kapal-kapal dagang. Kapal-kapal itu menurut
cerita banyak yang tenggelam di perairan Bangka. Kapal-kapal itu menjadi harta
karun yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Bangka untuk maju dan sejahtera.[]
0 Komentar