Saat orang menyebut Pulau Bangka maka yang terlintas di benaknya adalah timah. Timah sudah menjadi ikon bagi pulau ini karena sejak lama timah ditambang di daerah ini. Beragam pemerintah pernah mengeruk timah dari dalam perut bumi Bangka sampai hari ini. Saat ini, selain pemerintah Indonesia, masyarakat Bangka juga melakukan penambangan timah.
Perahu-perahu nelayan sedang "parkir" di bibir Pantai Tebuk, Lubuk Besar. Nampak di kejauhan nelayan sedang berangkat menangkap ikan. Nelayan ini pada umumnya menggunakan jaring sebagai alat tangkap ikan.
Setelah berabad-abad hanya menjadi penonton saat timah dikeruk dan diangkut dari tanahnya, baru lah pada tahun 2000-an masyarakat di Pulau Bangka dibolehkan menambang timah. Ternyata kebijakan ini membawa dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Jika dulu yang kaya hanya karyawan-karyawan penambang timah maka saat ini masyarakat juga memiliki kekayaan yang sama dengan karyawan-karyawan itu. Bahkan, masyarakat banyak yang lebih kaya.
Jika dulu sebelum masyarakat diizinkan menambang sangat jarang melihat rumah berdinding beton dan motor di desa-desa Pulau Bangka, maka saat ini rumah beton dan motor menjadi pemandangan biasa di desa-desa pulau ini. Bahkan, banyak masyarakat yang sudah memiliki mobil pribadi. Hal-hal seperti ini sangat mustahil bisa terwujud saat masyarakat dilarang menambang timah.
Dulu, saat masyarakat hanya menjadi penonton, timah adalah barang yang menakutkan. Masyarakat sangat dilarang keras mengambil timah meskipun timah itu ada di ladangnya. Jika kedapatan mengambil timah maka masyarakat akan mendapatkan hukuman yang sangat berat. Dikarenakan hal itu, ada semacam kepercayaan dalam masyarakat Bangka yang mampu membuat timah menjadi tidak bernilai.
Para nelayan sedang bergotong royong membantu menarik perahu nelayan yang baru datang melaut. Biasanya, nelayan pergi melaut setelah shalat Subuh dan kemudian kembali pulang sekitar jam 8 pagi. Pada saat akan melabuhkan perahunya di bibir pantai, maka nelayan-nelayan yang ada akan membantu nelayan yang baru datang. Budaya gotong royong ini tetap lestari karena saling menguntungkan sesama nelayan. Karena tidak ada yang mampu sendirian menarik perahu untuk melabuhkannya di bibir pantai. Lain halnya saat pergi melaut. Dikarenakan turun ke laut maka satu orang saja (sendirian) sudah bisa mendorong perahu ke laut.
Seandainya ada timah ditemukan di kebun atau ladang masyarakat maka ia akan menemui dukun. Dengan kemampuannya, dukun tersebut membuat timah yang ada di kebun atau ladang masyarakat menjadi ampak. Ampak adalah bahasa asli Bangka yang memiliki makna timah yang ada menjadi ringan, tidak bernilai. Akibatnya, timah tersebut menjadi tidak ada gunanya untuk ditambang. Masyarakat menjadi aman. Aman karena ia terhindar dari hukuman berat rezim jika ketahuan mengambil timah dan juga aman dari rusaknya kebun atau ladang yang pasti akan ditambang oleh rezim.
Namun, itu semua sudah menjadi cerita masa lalu. Saat ini, masyarakat Pulau Bangka bebas menambang timah. Masyarakat berlomba-lomba menambang timah. Dengan hasil yang didapat, masyarakat dapat membeli apa saja yang mereka inginkan. Akibat aktivitas menambang ini, kebun atau ladang masyarakat menjadi rusak. Bahkan, hutan lindung pun tidak luput dari penambangan masyarakat. Kebun, ladang, tanah, hutan, laut menjadi hancur.
Buah durian ditumpuk berdasarkan harga dan jenisnya. Biasanya, pembeli ramai membeli durian pada malam hari.
Jika, kita melihat dari udara, saat ini tanah Pulau Bangka sudah banyak yang “hancur”. Di sana-sini bertebaran lubang-lubang bekas galian timah. Masyarakat Bangka menyebut bekas galian timah tersebut dengan nama kolong dan camoi. Kolong adalah sebutan untuk bekas galian timah yang besar. Luas bekas galian yang disebut kolong seperti danau. Adapun, camoi adalah bekas galian timah yang berukuran kecil. Diameternya hanya beberapa meter saja. Pada umumnya, kolong adalah bekas galian timah yang ditinggalkan oleh penambang besar sekelas PT, CV, dan TK. Sementara camoi adalah bekas galian penambang timah kecil atau tambang timah rakyat.
Dengan kondisi Pulau Bangka saat ini, sudah saatnya masyarakat Bangka beranjak dari timah. Masyarakat harus mulai berani meninggalkan timah dan berpindah ke hal lain. Lupakan timah jika masih sayang kepada anak cucu. Demikian kira-kira ungkapan untuk masyarakat Bangka.
Banyak potensi yang dimiliki Pulau Bangka selain penambangan timah. Pulau Bangka memiliki pemandangan yang indah sehingga bisa menjadi tujuan wisata. Pantai-pantai di Pulau Bangka memiliki pasir putih dan bebatuan indah sehingga menjadi daya tarik eksotis bagi pulau ini. Keindahan pantai di Pulau Bangka tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Perpaduan antara lautan biru, pasir putih, dan bebatuan hitam menjadi keindahan sempurna pantai Bangka.
Bulan purnama di atas pemukiman nelayan Kampung S. Tebuk, Lubuk Besar, Bangka Tengah.
Tidak aneh jika kota Pangkalpinang sebagi kota terbesar di Pulau Bangka mengalami kemajuan yang pesat. Sejak dari tahun 2015 berbagai proyek pembangunan marak di kota ini. Mulai dari pusat perbelanjaan, hiburan, hotel tumbuh silih berganti layaknya rumput di musim hujan. Hotel-hotel berbintang saat ini mudah ditemukan di kota Pangkalpinang. Di samping itu, bandara Depati Amir sebagai akses transportasi udara ke dan dari Pulau Bangka dibangun menjadi lebih modern dan megah. Gedung bandara lama ditinggalkan karena dianggap tidak mampu lagi menampung penumpang yang datang ke Bumi Serumpun Sebalai.
Pemerintah dan masyarakat Bangka harus bekerja lebih keras lagi agar berbagai potensi wisata yang ada bisa dijual secara maksimal. Masih banyak pantai-pantai “perawan” yang belum dijamah oleh pelancong. Padahal, pantai-pantai itu memiliki keindahan yang sangat menarik jika dijadikan objek wisata.
Selain wisata, Pulau Bangka juga memiliki potensi perikanan yang besar. Lautan di Pulau Bangka memiliki beragam ikan segar yang bisa ditangkap oleh nelayan. Mulai dari nelayan tradisional sampai dengan nelayan modern bisa memanfaatkan potensi perikanan di pulau ini. Jangan sampai ikan-ikan yang ada di pulau ini justru diambil oleh nelayan dari daerah lain. Oleh karena itu, perlu dukungan dari pemerintah agar nelayan-nelayan yang ada di Pulau Bangka memiliki alat tangkap ikan yang baik.
Masyarakat Bangka juga bisa kembali mengembangkan sektor perkebunan. Karet, lada, singkong, dan buah-buahan bisa tumbuh subur di daerah ini. Oleh karena itu, masyarakat bisa menanam itu semua di tanah yang masih bisa dimanfaatkan. Saat saya berkunjung ke Pulau Bangka bulan Desember ini, panen durian sedang berada pada puncaknya. Di sepanjang jalan banyak ditumpuk durian-durian hasil panen kebun masyarakat.
Pohon karet yang belum diambil getahnya. Jika dilakukan perawatan yang baik maka sekitar lebih kurang 2 tahun lagi pohon karet ini siap diambil getahnya.
Berdasarkan catatan sejarah, pada masa dahulu Pulau Bangka banyak dilintasi kapal-kapal dagang. Kapal-kapal itu menurut cerita banyak yang tenggelam di perairan Bangka. Kapal-kapal itu menjadi harta karun yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Bangka untuk maju dan sejahtera.[]