Pantai Panjang salah satu tempat wisata favorit di kota
Bengkulu. Pantai yang terletak di Kecamatan Ratu Samban ini sangat ramai
dikunjungi oleh para wisatawan lokal atau wisatawan lainnya yang sedang
berkunjung di Kota Bengkulu. Hal ini terlihat dari banyaknya warung-warung
penjual aneka ragam makanan dan minuman di sepanjang pantai ini.
Tidak hanya di siang hari, Pantai Panjang juga ramai
dikunjungi orang pada malam hari. Wisata malam di pantai ini begitu menggeliat
seiring dengan gelapnya malam dan desiran angin pantai. Bahkan, warung-warung
yang menjajakan aneka ragam makanan dan minuman baru buka menjelang malam atau sore
hari. Begitu pun dengan mainan untuk anak-anak dan orang dewasa seperti bendi,
odong-odong, dan ATV baru digelar pada
sore hari. Sore hari di Pantai Panjang diramaikan dengan wisatawan yang bermain
bola, menaiki bendi atau ATV, membuat rumah pasir, atau sekedar duduk-duduk
menikmati “tenggelamnya” matahari di ufuk barat Samudera Hindia.
|
Wisatawan menikmati senja di Pantai Panjang. |
|
Pagi hari di Pantai Panjang, Bengkulu |
|
Plang Pantai Panjang yang di beberapa sisi karatan |
Di pagi hari, pantai ini ramai dikunjungi pada hari Sabtu
dan Minggu. Pada akhir pekan ini, biasanya orang-orang banyak yang lari pagi
atau jalan sehat di sepanjang bibir pantai. Tidak hanya itu, pada saat saya
mengunjungi pantai ini saya lihat banyak juga wisatawan yang melakukan selancar
di pantai ini. Gulungan ombak Samudera Hindia nampaknya membuat aktivitas
selancar menjadi menarik bagi penikmat ombak di Pantai Panjang. Bahkan,
meskipun sudah ada pengumuman “Dilarang Mandi” ternyata masih banyak juga
wisatawan bandel yang mandi di pantai ini.
|
Wisatawan yang sedang mandi di Pantai Panjang meskipun sudah ada larangan mandi |
Wisatawan-wisatawan bandel ini tidak menyadari bahaya
yang akan menimpa dirinya. Nampaknya, risiko kehilangan nyawa tidak menjadi
perhitungan bagi mereka. Menurut cerita warga di sekitar pantai, sudah banyak
korban meninggal dunia akibat mandi di pantai ini. Bagi pemerintah, perlu
diperbanyak pengumuman larangan mandi di sepanjang pantai ini. Saya hanya
melihat satu tulisan yang berisi larangan mandi di sepanjang pantai ini. Selain itu,
pemerintah juga perlu menempatkan petugas pantai agar bisa mencegah wisatawan
bandel mandi di pantai ini.
|
Pengumuman Dilarang Mandi yang dipasang di Pantai Panjang |
Selain hari Sabtu dan Minggu, pagi hari di pantai ini
hanya dikunjungi oleh segelintir orang yang melakukan olahraga. Jumlah mereka
bisa dihitung dengan jari. Orang-orang ini biasanya olahraga lari atau sekedar
jalan santai. Memang jogging trek yang ada di pantai ini cukup nyaman untuk
berolahraga.
|
Anak-anak bermain pasir di Pantai Panjang |
|
Deretan warung yang ada di Pantai Panjang |
Nelayan di Pantai Panjang
Saat saya berkunjung ke Pantai Panjang, baik saat weekend
maupun di hari kerja saya melihat ada nelayan yang menangkap ikan di pantai
ini. Mereka menangkap ikan di pagi hari dimulai sekitar pukul 5.30. Nelayan
yang menangkap ikan di pantai ini saya lihat menggunakan dua macam alat, yaitu
sejenis jaring dan jala.
|
Nelayan sedang melempar jala di deburan ombak Pantai Panjang |
Nelayan yang menggunakan jaring mengikat jaring itu di
seutas tali yang ia tarik selama beberapa jam. Adapun nelayan yang menggunakan
jala, saya lihat ia melempar jalanya di pinggir ombak Pantai Panjang. Di
kejauhan saya melihat nelayan tersebut berkali-kali melempar jala. Dikarenakan
posisinya yang berada di dekat ombak saya tidak berani mendekati untuk melihat
apakah ia mendapatkan ikan atau tidak.
|
Nelayan sedang menarik jaring di Pantai Panjang. Nampak di belakang nelayan hamparan sampah "menghiasi" bibir Pantai Panjang. |
Lain halnya dengan nelayan yang menggunakan jaring. Saya
sempat melihat dan mendekatinya karena ia berada di pinggir pantai. Saat saya
menghampirinya dan melihat jaring yang ia tarik sampai di bibir pantai, saya
lihat tak ada satu pun ikan yang “nyangkut” di mata jaringnya. Justru yang saya
lihat beragam sampah hasil manusia yang menyesaki jaringnya. Namun demikian,
tidak terlihat raut kekesalan di wajah nelayan itu. Saya bertanya, “Kenapa
tidak ada ikannya? Kenapa yang banyak justru sampah.” Dengan suara pelan ia
menjawab, “Biasa mas, kalau musim hujan memang banyak sampah.” Dengan suara
rendah yang tenggelam oleh suara ombak ia berkata, “Nelayan biasa seperti ini.
Kalau tidak dapat ikan ya jaringnya dipasang lagi. Itupun kalau tidak capek.
Kalau capek ya langsung pulang.”
|
Jaring nelayan Pantai Panjang setelah ditarik selama lebih kurang 1,5 jam belum mendapatkan ikan sama sekali |
Begitulah nelayan. Mereka terbiasa hidup berhadapan
dengan alam sehingga tidak pernah menyalahkan manusia. Bahkan saat ikan tidak
didapatkan karena banyaknya sampah manusia, sedikit pun ia tidak menyalahkan
manusia. Ia malah menyebutkan hujan yang menyebabkan banyak sampah dan hilangnya
ikan.
Mitigasi Bencana di Sekitar
Pantai Panjang
Sebagaimana diketahui, Bumi Raflesia termasuk daerah
rawan gempa dan tsunami. Gempa yang berpotensi terjadi di Bengkulu terbagi ke
dalam dua macam, yaitu gempa di lautan dan gempa di daratan. Di tahun 2000-an,
tercatat daerah ini pernah diguncang gempa dengan kekuatan 7,9 SR. Gempa ini
menyebabkan banyak korban jiwa dan bangunan yang rusak. Kemudian pada 12
September 2007, Bengkulu kembali diguncang gempa. Bahkan gempa kali ini lebih
besar, yaitu 8,5 SR.
Warga yang sempat saya tanyakan mengenai peristiwa gempa
tersebut menyebutkan bahwa banyak rumah-rumah yang hancur. Bagi yang rumahnya
masih bisa digunakan tetap tidak berani tinggal dan tidur di dalam rumah.
Mereka membuat tenda-tenda darurat di depan masing-masing rumah. Hal itu
dikarenakan mereka khawatir adanya gempa susulan yang dapat merubuhkan rumah
mereka.
Selain gempa, Bengkulu juga termasuk daerah yang rawan
tsunami. Di kecamatan Ratu Samban misalnya, tempat Pantai Panjang berada.
Daerah ini berdasarkan data dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) dan Mercy
Corps termasuk ke dalam salah satu daerah rawan tsunami dari 22 kelurahan di
pesisir pantai barat Kota Bengkulu. Kelurahan yang rawan tsunami di kecamatan
Ratu Samban adalah Kelurahan Anggutbawah, Penurunan, dan Belakangpondok.
(antaranews.com)
Penurunan adalah tempat di mana saya menginap. Daerah ini
termasuk daerah yang ramai. Pertokoan berada di sepanjang jalan. Di daerah ini juga
terdapat hotel, karaoke milik salah satu artis ibukota, dan juga mall
Bencoolen. Tapi, daerah ini cukup sering mati lampu. Kota yang memiliki sejarah
panjang di Indonesia ini dan sudah terbentuk menjadi provinsi sejak 18 November
1968 masih mengalami mati lampu yang cukup sering.
Selain itu, dengan tingginya potensi bencana di Penurunan
saya melihat minimnya jalur evakuasi warga. Saya hanya melihat 1 (satu)
petunjuk jalur evakuasi yang terletak di depan kantor PMI. Sementara, di tempat
lain saya tidak melihatnya. Saat saya tanyakan ke warga yang ada di sekitar
daerah itu ternyata warga juga mengatakan memang tidak ada petunjuk jalur
evakuasi. Warga yang saya tanyakan menyebutkan mereka hanya pasrah kepada
Tuhan.
|
Jalur evakuasi yang ada di Penurunan. Ini satu-satunya yang ada di sekitar Penurunan. |
Hal seperti ini yang membuat saya tidak habis
fikir. Mengapa pemerintah Bengkulu kurang memperhatikan masalah bencana ini.
Padahal, daerah ini sudah pernah “merasakan” bencana. Selain itu, seharusnya
pemerintah daerah banyak belajar bagaimana dahsyatnya bencana itu. Pemerintah Bengkulu
seharusnya juga belajar dari banyaknya korban gempa dan tsunami di Aceh dan
Palu. Akankah bencana itu hanya “ramai” dibincangkan pada saat terjadi tapi
hilang dibawa angin setelah beberapa lama waktu berlalu.
0 Komentar