Islam selalu sesuai dengan perubahan zaman dan waktu. Sejak Islam diwahyukan pertama kali kepada Rasulullah SAW, sampai detik ini dan nanti hingga hari kiamat ia akan selalu menjadi agama yang merahmati alam semesta. Kecocokan atau kesesuaian Islam dengan perjalanan waktu dan zaman membawa konsekuensi kepada pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur'an sebagai pedoman bagi umat Islam. Untuk memahami Al-Qur'an, Sunnah Rasul menjadi pedoman penting bagi umat Islam.
Di samping sebagai “penjelas” bagi Al-Qur'an, Sunnah Rasul juga berperan penting dalam kesuksesan hidup seorang muslim. Dengan berpedoman kepada Sunnah Rasul, hidup seorang muslim akan sukses, baik di dunia maupun di akhirat.
Makna Sunnah
Kata Sunnah dalam tulisan ini bukanlah sinonim dari kata mustahab atau sesuatu yang dianjurkan, seperti ungkapan sembahyang sunnah rawatib, puasa sunnah, dan lain sebagainya. Namun, makna Sunnah di sini berarti metode hidup dan petunjuk Rasulullah SAW. Dengan demikian, dalam kata Sunnah terkandung hal-hal yang hukumnya wajib dan mustahab. Bahkan dalam kata Sunnah ini tercakup juga permasalahan akhlak, ibadah, akidah, dan mu’amalah.
Ibnu Rojab pernah berkata bahwa Sunnah adalah jalan yang dilalui, yang meliputi keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Ia menjadi pegangan hidup Rasulullah SAW dan Khulafa Rasyidin. Itulah sunnah yang sempurna. Tidaklah generasi salaf dahulu memaksudkan kata Sunnah melainkan mencakup tiga di atas. Generasi salaf menyatakan bahwa Sunnah berarti mengamalkan atau melaksanakan Al-Qur’an dan Hadis, serta mengikuti salafush sholih dan jejak mereka.
Sunnah Rasul Sebagai Pedoman Kehidupan
Seorang muslim yang baik adalah yang taat dan patuh kepada ALLAH SWT dan Sunnah Rasul-Nya. Perintah itu dengan jelas termaktub dalam Al-Qur'an. Allah SWT berfirman "Katakanlah: ‘Taatlah kamu kepada Allah dan Rasul; dan jika kamu berpaling maka Sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang". (QS. An-Nuur: 54)
Dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Siapa saja mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah ia telah sesat, sesat yang nyata”. (QS. Al-Ahzab: 36)
Allah SWT telah menegaskan dalam Al-Qur’an hukuman bagi orang yang berani melakukan penentangan terhadap Sunnah Rasul. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat: 2)
Firman Allah di atas menunjukkan bahwa kita dilarang meninggikan suara terhadap Rasul. Ini artinya kita dilarang menentang Sunnah Rasul karena meninggikan suara saja dilarang apalagi menentang atau menghina Sunnahnya. Namun, jika ada yang berani melakukan itu maka hukumannya adalah terhapusnya pahala yang telah ia dapatkan. Artinya segala amal kebaikannya menjadi sia-sia.
Dengan demikian, posisi Sunnah Rasul sangat penting bagi umat Islam. Sunnah Rasul menentukan seorang muslim itu akan selamat hidupnya. Imam Malik pernah menyatakan bahwa “Sunnah itu seperti bahtera Nabi Nuh. Siapa saja yang menaikinya maka ia selamat. Namun, siapa yang tidak menaikinya maka ia akan tenggelam (tersesat).”
Sunnah Rasul tidak hanya dijadikan pedoman bagi umat Islam secara umum, tetapi juga bagi para sahabat Rasul. Dalam bersikap dan mengambil keputusan, para sahabat Rasul selalu berjalan dan berpedoman Sunnah Rasul. Mereka senantiasa taat dan patuh dengan perintah yang ada di dalamnya. Bahkan, para sahabat selalu mengagungkan, menjaga, dan membela Sunnah Rasul hingga mereka rela mempertaruhkan jiwa dan raganya. Apabila di antara mereka melihat ada seseorang yang berbeda atau mengingkari Sunnah Rasul, baik secara sengaja atau tidak, maka mereka langsung bersikap tegas kepadanya.
Di antara sahabat Rasul yang berpegang teguh dengan Sunnahnya adalah Abu Bakar Shiddiq. Dia berkata: “Aku tidak akan pernah meninggalkan sedikitpun perbuatan yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Aku langsung mengamalkan/melaksanakannya, karena aku khawatir apabila aku meninggalkan sedikit saja dari perintahnya bisa membuatku tersesat.”
Namun seiring perjalanan waktu dan perubahan zaman, muncul orang-orang yang tidak memiliki ilmu dan memiliki keimanan yang lemah. Tidak hanya itu, muncul orang-orang munafik yang mengaku Islam padahal sebaliknya. Mereka ini kemudian berani bertindak kurang ajar atau lancang terhadap Sunnah Rasul. Mereka menafsirkan Sunnah Rasul sesuai dengan hawa nafsunya. Bahkan mereka berani menghina dan menjadikan Sunnah Rasul sebagai bahan olok-olokkan.
Salah satu bentuk penghinaan terhadap Sunnah Rasul adalah pengingkaran terhadap Sunnahnya. Mereka ini menamakan dirinya atau dilabeli dengan Ingkar Sunnah. Golongan ini berpendapat bahwa segala hal yang dibutuhkan dalam kehidupan ini sudah termaktub dalam Al-Qur'an. Di samping itu, penggunaan Sunnah sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman, tidak cocok dengan akal atau logika.
Selain itu, terdapat golongan lain yang juga melakukan pelecehan terhadap Sunnah Rasul. Mereka ini melakukan pelecehan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan melakukan penafsiran dangkal terhadap Sunnah Rasul sehingga pada akhirnya Sunnah Rasul diolok-olok oleh orang lain. Misalnya pemahaman buta mengenai pemanjangan jenggot, mengangkat celana atau kain sebatas mata kaki, penggunaan siwak, dan lain sebagainya.
Padahal sebagai muslim kita wajib membela dan berpegang teguh dengan Sunnah Rasul. Imam Syafi’i berkata: “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah maka ia tidak boleh meninggalkannya disebabkan adanya ucapan seseorang (selain Rasulullah SAW).”
Bagi seorang muslim dilarang untuk melecehkan dan menghina Sunnah Rasul. Ibnu Qudamah berkata: “Siapa saja yang mencela Allah ta’ala maka ia telah kafir, baik bercanda atau serius. Demikian halnya pula dengan orang yang menjadikan Allah SWT, ayat-ayat, rasul-rasul atau kitab-kitab-Nya sebagai bahan olok-olokan.” Semoga kita menjadi muslim yang senantiasa mengagungkan dan berpegang teguh dengan Sunnah Rasul.[]
0 Komentar