Pembangunan di Indonesia Timur dianggap masih tertinggal
bila dibandingkan dengan Indonesia Barat. Anggapan itu mungkin benar untuk
beberapa tempat, tapi tidak tepat untuk beberapa tempat lainnya. Terdapat kota
yang pembangunan dan kemajuannya melebihi kota-kota di Indonesia Barat. Salah
satu kota di Indonesia Timur yang maju adalah kota Makassar. Tidak bisa
dipungkiri bahwa kota ini adalah kota terbesar di Indonesia Timur. Hampir semua
transportasi ke arah timur transit terlebih dulu di kota ini.
Bangunan-bangunan tinggi bertingkat seperti di ibukota lazim
ditemukan di kota Makassar. Di samping itu, jalanan di kota ini juga hampir
menyerupai jalanan di ibukota Jakarta, yaitu macet. Biasanya macet parah
terjadi saat pagi dan sore hari. Namun, pada malam hari terkadang juga terjadi
kemacetan di daerah-daerah pusat keramaian. Hingga pukul 11 malam, jalanan di kota
Makassar masih ramai dilalui kendaraan. Saya tidak tahu pukul berapa jalanan di
kota ini benar-benar sepi dari kendaraan.
Pemandangan kota Makassar dilihat dari lantai 11 hotel tempat saya menginap. |
Sebagai kota terbesar di Indonesia Timur, Makassar bisa
dikunjungi kapan saja. Pesawat udara dari Jakarta ke Makassar terbang mulai dari
dini hari sampai malam. Belum lagi penerbangan transit ke daerah-daerah timur
lainnya membuat Bandar Udara Sultan Hasanuddin tidak pernah sepi dari penumpang
ataupun pengunjung. Bandar Udara Sultan Hasanuddin menjadi bandara tersibuk di
Indonesia Timur.
Masyarakat Sulsel
Makassar dihuni oleh berbagai suku bangsa di Indonesia. Selain
suku asli Sulsel seperti Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar, kota Makassar
juga dihuni suku-suku lainnya seperti Jawa, Minangkabau, Batak, Flores, dan
lain sebagainya. Heterogenitas penduduk kota Makassar menjadi nilai tambah
tersendiri bagi kemajuan kota ini.
Meskipun kota Makassar dihuni oleh berbagai suku namun
ciri khas budaya asli Sulsel tidak hilang. Misalnya keramahan dalam menerima
tamu. Di kota ini, penduduk asli sangat menghormati tamu. Budaya keramahan orang
Sulsel bisa ditemukan di hampir semua daerah yang pernah saya kunjungi seperti
Bulukumba, Jeneponto, Takalar, Parepare, Maros, dan Makassar sendiri.
Pada saat berkunjung, tamu akan disuguhi dua jenis
minuman, yaitu minuman air putih (gelas atau botol) dan teh kotak. Nampaknya,
kedua jenis minuman itu merupakan “hidangan wajib” bagi tamu. Kalau di daerah
lain biasanya teh manis, maka khusus di Sulsel teh kotak. Saya sempat bertanya
ke orang-orang Sulsel mengapa teh kotak selalu menemani air putih? Rata-rata
mereka menjawab bahwa itu untuk kemudahan saja. Dengan menyuguhkan teh kotak
mereka melakukan pekerjaan yang cepat dan ringkas. Bila dibandingkan di tempat
lain, biasanya tuan rumah akan menawarkan minuman teh manis atau kopi. Setelah menawarkan
pilihan barulah tuan rumah beranjak pergi membuat minuman. Tamu harus menunggu
beberapa lama untuk bisa menikmati minumannya.
Coto dan Konro
Ada dua jenis makanan terkenal di Sulsel, yaitu coto dan
konro. Coto sendiri sudah terkenal di Indonesia dengan sebutan Coto Makassar
sehingga ia bisa ditemukan di daerah lain selain Sulsel. Adapun konro termasuk
makanan yang masih langka di temukan di tempat lain. Kedua jenis makanan ini
sama-sama berkuah. Isinya pun sama yaitu daging. Namun ada perbedaannya yaitu coto
berisi daging sementara konro tulang.
Pada umumnya, daging yang digunakan untuk coto dan konro
adalah daging sapi. Namun, ada juga konro daging kuda. Untuk rasa menurut saya
konro daging kuda lebih enak daripada daging sapi karena tekstur daging kuda
lebih lembut dan sedikit lemak. Konro daging kuda banyak dijumpai di daerah
Jeneponto. Di daerah ini memang terdapat banyak kuda. Selain untuk konsumsi,
kuda-kuda di daerah ini juga digunakan untuk alat transportasi seperti mengangkut
hasil panen padi.
Objek wisata di kota Makassar cukup banyak, seperti
Pantai Losari, Makam Pangeran Diponegoro, Fort Roterdam, Transmart Studio
Makassar, dan lain sebagainya. Di antara tempat-tempat wisata tersebut yang
selalu ramai dan terkenal adalah Pantai Losari. Pantai ini terletak di pusat
kota Makassar sehingga mudah dijangkau. Pada umumnya, pantai-pantai memiliki
pasir atau tepian pantai. Namun, di Pantai Losari kita tidak akan menemukan pasir
pantai. Di Pantai Losari kita hanya akan menemukan beton-beton sehingga tidak
ada pasir dan deburan ombak menghempas bibir pantai.
Masjid 99 Kubah nampak di kejauhan Pantai Losari. |
Di Pantai Losari kita bisa menemukan berbagai monumen dan
tulisan besar. Di antaranya adalah tulisan besar suku mayoritas di Sulsel,
yaitu Makassar, Mandar, Toraja, dan Bugis. Selain itu, di pantai ini kita juga
bisa melihat masjid 99 kubah. Kita bisa melihat kubah-kubah menghiasi masjid
ini. Namun sayangnya, saat saya ke Pantai Losari masjid tersebut belum bisa
digunakan untuk shalat.
Pantai Losari biasanya ramai pada malam hari karena di
sepanjang pantai ini berbagai macam makanan dijual. Pengunjung dapat menikmati
aneka makanan murah meriah. Selain malam hari, pada hari Minggu Pantai Losari
juga ramai dikunjungi warga maupun wisatawan. Khusus pada hari minggu wilayah
di sekitar Pantai Losari berlaku car free day sehingga warga bebas
berolahraga dan melakukan berbagai aktivitas, seperti senam, bermain skateboard,
latihan drumband, dan lain sebagainya.
Warga dan wisatawan menikmati udara pagi di Pantai Losari. |
Selain di kota Makassar, masih terdapat objek wisata alam
lainnya di sekitar Makassar yang menarik untuk dikunjungi. Misalnya objek
wisata Rammang-Rammang dan Taman Nasional Bantimurung di Maros. Di objek wisata
Rammang-Rammang kita bisa melihat deretan kokoh pegunungan. Untuk melihat
pemandangan indah tersebut, kita harus naik perahu terlebih dahulu. Perahu-perahu
yang bisa dinaiki tertambat di Dermaga 1 dan 2. Ongkos untuk 1 perahu
tergantung jumlah orang yang menaiki perahu. Semakin banyak penumpang maka
ongkos sewa perahu semakin mahal. Setiap perahu yang disewa akan menunggu kita sampai
selesai mengunjungi tempat-tempat wisata.
Pohon Nipah dan Bakau tumbuh di sepanjang sungai menuju Rammang-Rammang. |
Papan Selamat Datang beserta himbauan melestarikan lingkungan yang dibuat oleh mahasiswa KKN di Kampung Berua. Nampak di belakangnya bebatuan karst menjulang tinggi. |
Warga Kampung Berua bergotong royong menanam padi. |
"Tugu" yang terletak di Kampung Berua Desa Salenrang merupakan titik awal wisatawan memulai wisata alam di Rammang-Rammang. |
Jalanan setapak berbatu menuju ke Gua Berlian. |
Di dalam gua yang sempit ada satu orang pemandu yang
menjelaskan kondisi gua. Berdasarkan penjelasan pemandu, Gua Berlian merupakan
gua yang ratusan juta tahun lalu berada di laut. Oleh karena itu, pemandu
tersebut menjelaskan di dalam gua terdapat fosil cumi-cumi di dinding gua. Pemandu
itu menyatakan bahwa gua itu disebut Gua Berlian karena di dalam gua terdapat
berlian. Namun menurutnya berlian itu masih “muda” sehingga kurang berkilau. Pemandu
di gua juga menjelaskan legenda tentang seseorang yang pernah melakukan tapa di
gua itu. Menurut cerita, pertapa itu hilang tidak tahu ke mana hanya yang
tersisa batu mirip seseorang yang sedang bertapa. Pemandu itu kemudian
menunjukkan batu yang dianggap sebagai jelmaan pertapa yang hilang.
Penanda jalan untuk membantu dan memudahkan wisatawan memilih tujuan wisata. |
Agama mayoritas di Sulsel adalah Islam. Saya melihat
bangunan masjid di daerah ini besar dan megah. Kalau seandainya religiusitas
masyarakat bisa diukur melalui kemegahan masjid maka masyarakat Sulsel bisa
dianggap religius. Sepanjang perjalanan saya ke Parepare melalui Maros, Pangkep
(Pangkajene Kepulauan), dan Barru tidak ada satupun saya melihat masjid yang
jelek. Begitu pun pada saat saya pergi ke arah Bulukumba melalui Gowa, Takalar,
Jeneponto, dan Bantaeng juga melihat masjid-masjid yang megah dan indah.
Tingkat religiusitas masyarakat Sulsel juga bisa dilihat
dari daftar tunggu haji. Rata-rata daftar tunggu haji di Sulsel mencapai 30
tahunan. Bahkan untuk daerah Bantaeng 40 tahun. Hanya Luwu yang daftar tunggu
hajinya 17 tahun. Selain Luwu, semua kabupaten di Sulsel memiliki daftar tunggu
berkisar 20 tahunan sampai 30 tahunan lebih. Kota Makassar sendiri memiliki
daftar tunggu haji selama 32 tahun. Dengan demikian, jika haji dapat dijadikan
ukuran keberagamaan maka masyarakat Sulsel dapat dikategorikan sebagai masyarakat
yang agamis.
Selain agama, bahasa di Sulsel dipengaruhi oleh suku-suku
yang ada di wilayah ini. Meskipun demikian, nampaknya ada bahasa-bahasa formal
yang bisa dipahami oleh semua masyarakat di Sulsel. Terdapat bahasa atau kata
yang hampir mirip dengan bahasa Indonesia seperti kata “iya” di Sulsel menjadi “iye”.
Untuk menyatakan sesuatu ada di tempat orang yang sedang berkata dikatakan “ada
ji”. Tapi jika sesuatu itu ada di tempat lain atau ada tapi bukan di tempat
orang yang sedang berkata berada dikatakan “ada mi”.
Selain itu, di Makassar atau Sulsel pada umumnya untuk
mengatakan “kamu” dikatakan “kita”. Maknanya tentu sangat berbeda dengan bahasa
Indonesia yang berarti “kamu” adalah “anda”, sementara di Makassar atau Sulsel “kita”
adalah “kamu”. Menurut orang Makassar kata “kita” untuk menyebut “kamu atau
anda” menunjukkan sikap penghormatan pembicara kepada lawan bicaranya.
Memang masih banyak daerah atau lokasi yang belum saya
kunjungi di Makassar sehingga masih banyak informasi dan pengetahuan yang belum
bisa saya dapatkan. Di kemudian hari, semoga saja saya bisa mendapatkan
kesempatan untuk kembali mengunjungi daerah ini sehingga saya mendapatkan
cerita baru yang lebih menarik dan bermanfaat.[]
0 Komentar