Jika kita melihat peta Papua terlihat bahwa pulau yang
dimiliki Indonesia dan Papua Nugini ini berbentuk burung. Posisi kepala burung
merupakan bagian dari Provinsi Papua Barat. Tepat di kepala burung tersebut
terdapat 1 kota besar di Papua Barat, yaitu Sorong. Kota ini merupakan salah
satu pintu masuk ke Papua Barat, selain ibu kota provinsi (Manokwari).
Bandar Udara Domine Eduard Osok yang modern dan sibuk |
Kesibukan di Bandar Udara Domine Eduard Osok Sorong |
Menurut saya, Sorong merupakan kota terbesar di Papua
Barat. Meskipun kota ini bukan sebagai ibu kota provinsi namun Sorong cukup
ramai. Bahkan, kota Sorong lebih ramai bila dibandingkan dengan Manokwari yang
berkedudukan sebagai ibu kota Provinsi Papua Barat. Mungkin dikarenakan
posisinya yang strategis dan ramah itu pula yang menyebabkan kota Sorong digadang-gadangkan
menjadi ibu kota Provinsi Papua Barat Daya jika dikemudian hari berhasil
diwujudkan.
Nampak di kejauhan angkot (angkutan kota) berwarna kuning yang sedang beroperasi di sela-sela kesibukan lalu lintas Kota Sorong |
Untuk menuju ke Sorong terdapat banyak transportasi yang
bisa digunakan. Pesawat udara dari Jakarta langsung mendarat di Bandar Udara
Domine Eduard Osok. Selain penerbangan langsung dari Jakarta, penerbangan dari Wilayah
Barat juga biasa transit terlebih dahulu di Makassar baru kemudian mendarat di
Sorong.
Bandar Udara Domine Eduard Osok juga menjadi pintu masuk
bagi daerah lainnya di Papua Barat dan Papua karena terdapat banyak penerbangan
dari bandara ini yang menuju ke berbagai wilayah di Papua Barat dan Papua,
misalnya Manokwari, Timika, Jayapura, Ayawasi, Bintuni, Fak-fak, Kambuaya,
Teminabuan, dan Waisai. Fasilitas bandar udara Sorong sudah modern sehingga
bandar udara ini dapat dikategorikan sebagai bandar udara tersibuk di Papua
Barat. Hasilnya, bandar udara kebanggaan masyarakat Sorong ini telah menyandang
status kelas I (utama) dari sebelumnya kelas III.
Selain melalui penerbangan, alat tranportasi menuju ke
Sorong juga bisa melalui kapal laut. Kapal laut berukuran besar dan kecil
bersandar di Pelabuhan Sorong (Port of Sorong). Pelabuhan ini menjadi
gerbang perekonomian bagi masyarakat di wilayah kepala burung Papua. Hal ini
dikarenakan barang-barang perdagangan masuk dan keluar melalui pelabuhan ini.
Kapal-kapal yang sedang melempar sauh di sekitar Pelabuhan Sorong (Port of Sorong) |
Selain sebagai gerbang perdagangan, Pelabuhan Sorong juga
menjadi pintu masuk bagi tujuan wisata Raja Ampat. Di pelabuhan ini terdapat
kapal-kapal berukuran kecil dan besar yang siap mengantar wisatawan ke Raja
Ampat. Dikarenakan Sorong menjadi pintu masuk ke Raja Ampat maka di bandar
udara banyak terlihat wisatawan asing.
Administratif Kota Sorong
Kota Sorong terbagi ke dalam 10 distrik dan 41 kelurahan.
Sebagaimana diketahui, distrik adalah setingkat kecamatan. Khusus di Papua
Barat, kecamatan disebut dengan distrik. Distrik-distrik yang terdapat di
Sorong adalah Sorong Kota, Sorong, Klaurung, Sorong Timur, Sorong Barat, Sorong
Utara, Malaimsimsa, Maladum mes, Sorong Manoi, dan Sorong Kepulauan.
Nama Sorong berasal dari kata soren yang berasal
dari bahasa Biak Numfor yang berarti Laut yang Terdalam dan Bergelombang.
Kata soren digunakan pertama kali oleh suku Biak Numfor yang berlayar
pada jaman dahulu dengan perahu-perahu layar dari satu pulau ke pulau lain
sehingga tiba dan menetap di kepulauan Raja Ampat. Suku Biak Numfor inilah yang
memberi nama daratan maladum dengan sebutan soren yang kemudian
dilafalkan oleh para pedagang Tionghoa, misionaris dari Eropa, Maluku, dan
Sangihe talaud dengan sebutan Sorong. (https://sorongkota.go.id/main/detailhal/MQ==)
Masyarakat Sorong
Penduduk Kota Sorong berasal dari berbagai latar belakang
sosial budaya. Selain penduduk asli Papua, di Kota Sorong jamak ditemukan
pendatang seperti dari Makassar, Ambon, Toraja, Jawa, dan lain sebagainya. Tidak
jarang para pendatang tersebut sudah menetap lama di Sorong selama beberapa
dekade yang pada akhirnya telah melahirkan beberapa generasi. Akibatnya,
terkadang cukup sulit membedakan penduduk asli dengan pendatang di Kota Sorong.
Suasana malam Kota Sorong dilihat dari lantai 8 salah satu hotel di Kota Sorong |
Disebabkan Kota Sorong sudah ramai maka penduduknya pun beragam.
Mungkin ada orang yang berfikir—sebelum datang ke kota ini—akan melihat orang
Papua maka fikiran itu akan terbukti salah. Saat berada di kota ini kita akan
merasa bukan berada di Papua. Hal itu dikarenakan kita jarang berjumpa dengan
penduduk asli Papua.
Masjid Al-Akbar Sorong |
Mayoritas penduduk Kota Sorong beragama Protestan
(77,50%), Katolik (10,72%), Islam (10,69%), Buddha (0,80%), dan Hindu (0,29%). Meskipun
Islam berada di urutan ketiga bukan berarti ummat Islam jarang di kota ini. Di
kota ini kita dapat melihat banyak wanita berjilbab. Di samping itu, di kota
ini juga terdapat Masjid Raya yang besar dan megah. Masjid itu bernama Masjid Al-Akbar Sorong. Pada saat saya sholat Jumat
di masjid ini, jamaah masjid menyesaki masjid yang luas dan besar tersebut. Mungkin
karena itu pula yang menyebabkan masjid ini dipugar di bagian depannya saat saya
sholat di sini.
Kaligrafi tauhid di dalam Masjid Al-Akbar Sorong |
Jama'ah sholat Jumat di Masjid Al-Akbar Sorong |
Masjid Al-Akbar Sorong yang sedang dipugar |
Selain
Masjid Raya, di Kota Sorong juga bisa dijumpai masjid-masjid lainnya sehingga kaum
muslim tidak terlalu sulit untuk melaksanakan sholat di masjid. Bahkan, di Kota
Sorong ini sudah terdapat Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Sorong. Oleh sebab
itu, saya sebagai muslim tidak terlalu khawatir makan di warung-warung di Kota
Sorong. Bahkan saat di Sorong, serasa bukan berada di Papua.[]
0 Komentar