Papua Barat (Pabar) salah satu provinsi muda di
Indonesia. Pada tahun 1999, provinsi ini bernama Irian Jaya Barat. Namun pada
18 April 2007—sampai sekarang—nama tersebut diubah menjadi Papua Barat. Dengan
demikian, provinsi yang menempati kepala burung Papua ini resmi menyandang nama
Papua Barat baru sekitar 12 tahun. Usia yang masih muda tentunya. Masih banyak
yang bisa dilakukan daerah ini untuk memajukan masyarakatnya.
Ibu kota Pabar bertempat di Manokwari. Biasanya ibu kota
suatu provinsi terletak di kotamadya. Dari beberapa ibu kota provinsi yang
pernah saya kunjungi tidak ada yang bertempat di kabupaten. Semuanya di
kotamadya. Namun, di Pabar berbeda. Ibu kota provinsi bertempat di kabupaten, yaitu
Kabupaten Manokwari. Saya tidak tahu kenapa Pabar bisa berbeda dengan
daerah-daerah lainnya. Kalau pertimbangannya tidak ada kotamadya di Pabar
mungkin bisa dimaklumi. Tapi, faktanya di Pabar terdapat kotamadya yaitu Kota
Sorong.
Perjalanan saya ke Manokwari tidak mengambil penerbangan
langsung tapi penerbangan transit ke Sorong. Dari Jakarta saya naik pesawat
Garuda menuju Sorong. Kemudian dari Sorong saya naik Batik menuju Manokwari.
Adapun saat kembali ke Jakarta saya mengambil penerbangan langsung
Manokwari-Jakarta (CGK). Penerbangan ini ditempuh lebih dari 4 jam.
Sebelum berangkat ke Manokwari beberapa teman saya
menyarankan untuk meminum obat anti malaria. Hal itu dikarenakan ada beberapa
teman yang kembali dari Pabar terkena malaria. Di samping itu, saat di
Manokwari salah satu manager hotel cerita bahwa ia pernah terkena malaria. Pabar
memang dikenal sebagai daerah endemik malaria. Namun, tanpa meminum obat anti
malaria saya berangkat ke Manokwari. Tapi, saat di Manokwari saya menggunakan lotion
anti nyamuk untuk menghindari gigitan nyamuk. Alhamdulillah, dengan
tetap menjaga kebugaran tubuh dan makan yang cukup saya kembali pulang ke
Jakarta dengan sehat.
Pusat pemerintahan
Sebagai pusat pemerintahan provinsi, Manokwari perlu
banyak berbenah. Hal itu dikarenakan pembangunan di Manokwari masih tertinggal
dari Sorong. Saya bisa menyebutkan beberapa bukti ketertinggalan Manokwari
dibandingkan Sorong, yaitu di antaranya bandar udara. Fasilitas bandar udara di
Manokwari yaitu Bandar Udara Rendani masih tertinggal dari Bandar Udara Domine
Eduard Osok di Sorong. Tidak heran kalau kelas Bandar Udara Rendani masih kelas
II, sedangkan Bandar Udara Domine Eduard Osok kelas I.
Selain bandar udara, hotel di Manokwari juga masih belum
terlalu banyak. Hotel berbintang baru ada 2 saja, yaitu Swiss Belhotel dan
Hotel Aston. Swiss Belhotel berada di pusat kota dan keramaian. Bahkan, di
dekat hotel tersebut ada swalayan sehingga apabila sewaktu-waktu ada keperluan
mendadak dapat berbelanja. Adapun hotel Aston lebih dekat ke bandar udara.
Selama di Manokwari saya juga melihat ada hotel-hotel lainnya yaitu Fujita dan
Valdos.
Untuk menjadi ibu kota provinsi tentunya dibutuhkan
banyak tempat penginapan yang berbintang. Hal itu untuk menjamin tamu mendapat
penginapan yang nyaman dan representatif manakala berkunjung ke Manokwari.
Dengan usia yang masih muda dan potensi yang ada maka suatu hari nanti
Manokwari akan menjadi kota yang maju dan ramai di tanah Papua.
Pusat pemerintahan Provinsi Papua Barat bertempat di luar
kota Manokwari. Di luar kota yang saya maksudkan adalah jauh dari pusat
keramaian. Waktu tempuh dari pusat keramaian Manokwari ke wilayah administrasi
pemerintahan provinsi ditempuh lebih kurang 45 menit. Waktu 45 menit di Pabar
tentunya berbeda dengan waktu di Jakarta. Kalau di Jakarta 45 menit hanya
beberapa kilometer saja tapi di Pabar bisa berkilo-kilometer. Jadi bisa
dibayangkan betapa jauhnya pusat pemerintahan provinsi dengan pusat keramaian.
Dari sisi tempat menurut saya pusat pemerintahan Pabar
sudah pas dan mantap. Hal itu dikarenakan perkantoran dibangun di atas
perbukitan. Hasilnya pemandangan indah terhampar dengan nyata. Dari komplek
perkantoran provinsi kita bisa melihat indahnya lautan. Di samping itu, kita
juga bisa melihat deretan rumah-rumah warga di sepanjang jalan di bawah komplek
perkantoran. Dengan kondisi seperti itu saya berfikiran bahwa tingkat stres
pegawai pemerintahan provinsi bisa dikatakan nol karena setiap saat bisa
menikmati indahnya pemandangan dan segarnya udara di lingkungan perkantoran.
Dinamika Manokwari
Saat di Manokwari kita bisa merasakan berada di tanah
Papua. Ini berbeda dengan di Sorong. Di Manokwari kita bisa melihat orang-orang
asli Papua. Di samping itu, kita juga bisa melihat suatu budaya yang baik sehingga
menurut saya patut dilestarikan, yaitu mengunyah pinang.
Di Manokwari lazim melihat orang Papua mengunyah Pinang. Kalau
di tempat lain, misalnya di Bangka, saya melihat pinang dikunyah oleh orang
tua, tapi di Manokwari tidak demikian. Pinang di Manokwari dikunyah oleh
berbagai kalangan orang Pabar, mulai dari golongan muda sampai golongan tua.
Aktivitas mengunyah pinang tidak terbatas di pinggir
jalan, tetapi juga saya lihat di atas kendaraan. Dikarenakan aktivitas
mengunyah pinang dilakukan di mana saja dan kapan saja maka juga lazim dilihat tanda
peringatan dilarang membuang ludah pinang terpasang di sudut atau tempat
keramaian. Selain itu, akibat dari kebiasaan mengunyah pinang ini jalanan aspal
di Manokwari terlihat ada bekas berwarna merah sisa pinang. Kebiasaan mengunyah
pinang ini tidak saya temukan di wilayah lain di Indonesia. Dikarenakan pinang
sudah menjadi kebiasaan masyarakat Manokwari maka di pinggir-pinggir jalan
banyak ditemukan penjual-penjual buah pinang.
Selain dapat melihat masyarakat Papua mengunyah pinang,
di Manokwari kita juga bisa melihat mereka membawa noken. Noken adalah
tas tradisional Papua yang digunakan untuk berbagai keperluan (multifungsi).
Noken asli terbuat dari serat kulit kayu. Biasanya tali noken diletakkan di
kepala.
Namun di Manokwari, tidak jarang saya melihat masyarakat
menggantungkan nokennya di pundak. Selain itu, saya juga melihat banyak noken
yang digunakan tidak lagi dari serat kayu, tetapi sudah menggunakan bahan
sintetis. Namun demikian, menurut saya hal itu tidak mengurangi nilai keunikan
dari suatu budaya sehingga perlu dilestarikan.
Hal lainnya yang menurut saya cukup unik di Manokwari
adalah lampu merah. Keunikan itu disebabkan saya melihat beberapa lampu merah
di Manokwari “dibungkus” dengan kawat. Saya tidak mengerti mengapa lampu merah
tersebut sampai harus dilindungi sedemikian rupa. Apakah hal itu dikarenakan
faktor keamanan atau lainnya saya tidak bisa memastikannya.
Satu hal lainnya yang membuat saya kagum dengan Manokwari
adalah kepedulian pemerintahnya dalam menghadapi bencana. Di sepanjang jalan
Manokwari—dalam radius beberapa meter—terdapat tanda evakuasi. Tanda evakuasi
ini menujukkan arah menyelamatkan diri jika ada gelombang tinggi atau tsunami. Hal
seperti ini tentunya sangat penting untuk meminimalisir terjadinya korban jiwa
jika terjadi bencana.
Tempat Wisata
Selama berada di Manokwari saya menyempatkan diri datang
ke Pantai Bakaro. Pantai ini merupakan destinasi favorit di Manokwari. Untuk menuju
ke pantai ini kita harus terlebih dahulu melewati perkampungan. Perjalanan ke
pantai ini dari Manokwari tidak sampai 1 jam.
Di pantai ini ada tradisi unik yaitu memanggil ikan
dengan pluit. Saat saya datang ke pantai ini sempat ada yang memanggil ikan
dengan pluit. Penduduk lokal yang melakukan tradisi memanggil ikan tersebut
terus meniupkan pluitnya sambil melempar makanan agar ikan-ikan datang
mendekat.
Selain tradisi tersebut, di pantai ini kita bisa melihat
birunya air laut. Selain itu, kita bisa bermain di pasir pantai. Memang pasir
putih di pantai ini tidak terlalu banyak karena di pantai ini banyak terdapat
batu karang di pinggirnya. Jika di pantai tidak terdapat batu karang maka pasir
di pantai cenderung berwarna hitam.
Jika Provinsi Papua Barat Daya terbentuk maka Manokwari
akan menjadi satu-satunya kota terbesar di Pabar. Dengan demikian, masih banyak
yang bisa dilakukan oleh pace (saudara) dan mace (saudari) di
Manokwari agar kota ini bisa menjadi lebih maju. Berbagai potensi bisa
dimaksimalkan pemerintah daerah agar pembangunan semakin merata dan bisa
dinikmati segenap masyarakat Manokwari pada khususnya dan Pabar pada umumnya.[]
0 Komentar