Kabupaten Dompu terletak di
Pulau Sumbawa. Untuk datang ke Dompu bisa ditempuh melalui jalur darat—yang disambung
dengan kapal—dan udara. Jalur darat dari Pulau Lombok memakan waktu yang lama. Oleh
sebab itu, jika ingin menempuh waktu yang cepat dan singkat, pesawat terbang
dapat digunakan untuk menuju Dompu. Dengan pesawat terbang, waktu yang
dihabiskan lebih kurang 1 jam. Meskipun ada 2 bandara di Pulau Sumbawa, namun
waktu tercepat jika kita naik pesawat ke Bima.
Perjalanan dari Bima ke Dompu
memakan waktu sekira 1 jam. Sepanjang perjalanan ke Dompu kita bisa menyaksikan
pemandangan tambak garam. Di kiri kanan jalan terhampar tambak-tambak garam. Saat
saya lewat, tumpukan garam memutih diterpa sinar matahari. Agaknya garam-garam
itu siap diangkut dan dipasarkan.
Kemarau panjang yang melanda Pulau
Sumbawa mengakibatkan tumbuhan-tumbuhan yang ada di pegunungan nampak kering
dan gersang. Banyak di antara tumbuhan-tumbuhan itu yang sudah tidak memiliki
daun (gundul) lagi. Akibatnya, pegunungan kering nan gundul/gersang menjadi
pemandangan sepanjang perjalanan ke Dompu.
Namun demikian, meskipun
pegunungan gersang dan gundul, masih terdapat beberapa persawahan yang
menghijau. Persawahan ini tetap hijau dikarenakan irigasi yang berjalan dengan
baik. Masyarakat yang memiliki sawah tidak khawatir akan kekurangan air karena
bendungan atau waduk masih menyimpan air yang cukup untuk pertanian.
Selain pemandangan di atas, di
Bima saya juga melihat anak-anak sekolah. Mulai dari anak-anak di jenjang
pendidikan dasar sampai dengan menengah ramai berjalan di sepanjang jalan. Mereka pulang sekolah. Di tengah
kondisi pandemi CoVID-19 yang masih mengganas dan bahkan cenderung semakin
meningkat, melihat anak-anak sekolah merupakan sesuatu yang “aneh” dan “mewah”.
Karena mayoritas sekolah-sekolah di Indonesia masih tutup. Keinginan anak-anak
untuk masuk sekolah terpaksa harus tertuda selama berbulan-bulan dikarenakan
pandemi CoVID-19. Karena itulah saat melihat anak-anak di Bima sekolah ada
perasaan senang melihatnya. Semoga wabah CoVID-19 segera berakhir dan hilang
dari bumi Nusantara sehingga pendidikan di sekolah bisa dimulai dengan normal.
Setelah melewati perjalanan
selama 1 jam sampailah di Dompu. Kota Dompu termasuk kecil namun ramai. Banyak terdapat
jalan-jalan kecil di kota ini. Pasar di kota Dompu ramai. Di pusat Kota Dompu
terdapat satu mall yang di depannya terdapat Masjid Raya Kota Dompu. Saat saya
mengunjungi swalayan yang terletak di lantai 1 mall, pengunjung mall lumayan
banyak. Agaknya, kondisi pandemi tidak begitu berpengaruh terhadap minat
belanja masyarakat Dompu.
Masakan di Dompu sama dengan
masakan di daerah lainnya di NTB. Plecing kangkung menjadi makanan khas daerah
ini. Masakan ikan laut juga mudah ditemukan di Dompu. Dikarenakan saya suka
sekali makan ikan laut, maka selama di Dompu hampir setiap hari saya makan
masakan ikan laut. Di Dompu saya juga menemukan makanan Lemang. Lemang yang
lumrah ditemukan di Sumatra, seperti Padang dan Medan, juga terdapat di Dompu.
Dengan ditemani tape ketan hitam, Lemang terasa nikmat dimakan.
Susu Kuda Liar dan Madu
Dompu dikenal sebagai daerah
penghasil susu kuda liar dan madu. Kesempatan saat berada di Dompu saya
manfaatkan dengan mencari langsung susu kuda liar dan madu. Dengan ditemani warga
saya pergi mencari susu kuda. Menurut informasi, desa tempat susu kuda berada
terletak di pegunungan. Sore hari, saya berangkat ke desa itu bersama
dengan warga yang tahu letak desa tersebut.
Jalan ke desa itu
berkelok-kelok, sempit, dan menanjak. Bagi yang baru membawa mobil harus ekstra
hati-hati agar tidak terjadi “senggolan” antar kendaraan. Dikarenakan yang membawa
mobil warga Dompu, jalanan berkelok-kelok dan sempit itu dilibasnya dengan
mudah. Sekira 30 menitan, saya tiba di desa tempat kuda berada. Tujuan pertama
tidak membuahkan hasil karena kami tidak menemukan kuda yang sedang beranak. Menurut
pemilik kuda, belum lama kudanya dilepasliarkan karena anak kudanya sudah
besar. Kami kemudian putar balik menuju tempat yang ditunjuk oleh pemilik kuda.
Di tempat kedua kami berhasil
mendapatkan kuda yang sedang beranak. Pemilik kuda kemudian memerah susu kuda. Saya
kemudian mencoba meminum susu kuda itu. Dikarenakan ini kali pertama saya
meminum kuda maka saya meminta susu kuda itu dicampur dengan madu. Saat meminum
susu kuda itu saya merasakan susu yang alami dan manis. Mungkin rasa manis itu
disebabkan madu yang sudah dimasukkan ke dalam susu. Pemilik kuda menjual susu
kuda seharga Rp50.000 untuk 1 botol seukuran 600 ml.
Di samping menjual susu kuda,
di tempat yang sama juga dijual madu. Menurut penjual madu, madu yang dijual
didapatkan dari hutan-hutan yang ada di sekitaran desa. Madu liar ini rasanya
manis bercampur asam. Satu botol ukuran 600 ml dihargai Rp100.000.
Pantai Lakey
Di Dompu terdapat satu pantai
yang terkenal hingga mancanegara. Pantai ini terkenal karena ombaknya yang
bagus untuk dijadikan selancar (surfing). Pantai itu bernama Pantai
Lakey. Jika sudah berada di Dompu, kurang lengkap rasanya jika belum melihat
langsung pantai ini.
Di sore hari sekira pukul
04.00 WITA saya pergi ke Pantai Lakey. Tujuan saya ke Pantai Lakey bukan untuk
berselancar—karena saya tidak bisa berselancar—tapi untuk melihat matahari
tenggelam (sunset). Menurut warga, sunset di Pantai Lakey sangat
indah. Dengan informasi itu, saya berangkat ke Pantai Lakey. Pantai Lakey
terletak di Kecamatan Hu’u. Perjalanan dari Kota Dompu ke Pantai Lakey memakan
waktu tidak lebih dari 1 jam.
Sesampai di Pantai Lakey, saya
melihat pemandangan pantai yang dihiasi ombak tinggi. Selain hamparan pasir
putih, di pantai ini juga terdapat batu-batu kecil. Agaknya batu-batu ini baru
muncul di permukaan jika air laut sedang surut.
Sambil menunggu matahari
tenggelam, saya menikmati kelapa muda. Air kelapa muda semakin nikmat diminum
dengan adanya hembusan angin pantai yang menerpa kulit. Sampai waktunya
matahari tenggelam saya tidak berhasil melihat sunset karena awan tebal
menutupi matahari. Namun, saya tidak kecewa meskipun tidak berhasil melihat sunset
karena keindahan Pantai Lakey bisa mengobati kekecewaan itu.
Azan magrib memberikan tanda saya untuk segera kembali ke Kota Dompu. Dikarenakan di Pantai Lakey saya tidak menemukan toilet dan musholla maka saya segera pulang agar tidak ketinggalan shalat Magrib. Di desa yang terdapat masjid, saya berhenti sejenak untuk menunaikan shalat Magrib. Selesai shalat, saya melanjutkan perjalanan kembali ke Kota Dompu.
Kabupaten Dompu memiliki banyak potensi yang dapat membuat daerah ini maju. Potensi pariwisata dan pertanian bisa menjadi garapan pemerintah dan masyarakat Dompu ke depan.[]
0 Komentar