Pada bulan Maret tahun 2018
saya berkesempatan mengunjungi kota ini. Pada saat itu saya hanya menginap 1
(satu) malam saja dikarenakan saya harus bergegas melanjutkan perjalanan ke
kota Solo. Pada bulan Juli, saya berkesempatan kembali datang ke kota ini. Tentunya
dalam pikiran saya, kota ini masih sama dengan beberapa bulan sebelumnya saat
saya berkunjung.
|
Pemandangan Gunung Merbabu di sore hari |
|
Gunung Merbabu di pagi hari |
Ternyata, apa yang ada dalam
pikiran saya sama sekali berbeda. Pada bulan Juli saat saya ke kota Salatiga
saya merasakan cuaca yang sangat dingin. Bagi saya yang terbiasa hidup di
daerah panas, cuaca di Salatiga sangat dingin. Dikarenakan saya tidak membawa
jaket, maka cuaca dingin di Salatiga sempat membuat saya susah tidur. Untunglah
tidak jauh dari hotel tempat saya menginap terdapat pertokoan yang menjual
jaket. Saya pun bersegera membeli jaket. Akhirnya saya cukup bisa tidur nyenyak
dengan jaket dan kaos kaki serta selimut tebal setiap malam menyelimuti saya.
Jika ingin berwisata kuliner,
pada malam hari sepanjang Jalan Sudirman ramai penjual makanan. Di sisi kiri
dan kanan jalan terdapat jajanan malam yang dapat kita nikmati dengan murah. Salah
satu jualan yang menarik saya untuk membeli adalah wedang ronde. Cuaca dingin
yang menusuk kulit pada malam hari sangat pas jika meminum wedang ronde. Segelas
atau semangkuk wedang ronde lumayan cukup menghangatkan badan yang sedang
kedinginan. Di pinggir jalan, wedang ronde bisa kita beli dengan harga lebih
kurang 5.000 rupiah saja. Sementara, agak ke dalam sedikit semangkuk wedang
ronde bisa dibeli dengan harga 13.000 rupiah.
|
Suasana jalan Sudirman di malam hari yang dipenuhi motor pengunjung |
Cuaca dingin Salatiga
nampaknya dikarenakan letak kota ini yang berada tidak jauh dari lereng Gunung
Merbabu. Dari hotel tempat saya menginap, Gurung Merbabu dengan jelas menghiasi
pemandangan pagi saya setiap kali membuka gorden. Setiap pagi, gunung ini
selalu diselimuti kabut tebal. Di pagi hari cuaca di kota ini bisa mencapai 16
derajat celcius. Dikarenakan cuaca dingin inilah nampaknya hotel-hotel di
Salatiga relatif berisi. Pada saat saya menginap di hotel, tamu hotel Salatiga berasal
dari Semarang dan daerah sekitarnya. Mungkin kalau bagi warga Jakarta ada Puncak untuk merasakan nikmatnya cuaca dingin dan sejuk maka bagi warga Semarang ada Salatiga.
Kehidupan masyarakat Salatiga aman dan damai. Di kota ini bisa dijumpai
gereja-gereja besar dan indah. Masjid-masjid yang juga tidak kalah indah bisa
kita temukan di kota ini. Kota Salatiga terdiri dari 4 (empat) kecamatan, yaitu
Argomulyo, Sidorejo, Sidomukti, dan Tingkir. Selama saya di kota ini memang
saya tidak berkunjung ke tempat wisata. Itu dikarenakan setelah saya
melihat-lihat rekomendasi di internet tidak ada tempat wisata yang menarik buat
saya kunjungi.
|
Cover buku register pernikahan zaman Belanda |
|
Cover buku register pernikahan zaman Belanda |
|
Rak buku penyimpanan arsip bersejarah |
|
Bagian isi buku register pernikahan zaman Belanda |
namun, di Salatiga saya berkesempatan mengunjungi salah satu KUA yang masih
menyimpan arsip pernikahan zaman penjajahan. Buku registrasi yang tertulis
tahun 1909 tersebut masih tersimpan rapi di KUA Sidomukti. Pada buku registrasi
tersebut tertulis nama-nama calon pengantin yang mendaftar di KUA. Tertulis juga
alamat calon pengantin. Hanya saja memang saya agak kesulitan membaca tulisan
di buku registrasi karena tulisannya berbentuk tulisan latin tegak bersambung. Saya
perhatikan buku yang sudah berusia seabad lebih itu dapat bertahan dikarenakan
kualitas kertas buku dan tinta yang baik. Kertas buku tersebut tebal. Sangat berbeda
dengan kertas buku saat ini yang tipis sehingga mudah rusak alias robek.[]
0 Komentar