Setiap orang membutuhkan sosok yang dapat memberikan
petunjuk dan pembimbing dalam kehidupannya. Ini dikarenakan tidak setiap orang
memiliki kemampuan untuk memahami firman Allah yang diturunkan kepada
hamba-Nya. Hanya orang-orang tertentu yang dapat mengemban tugas mulia ini.
Tugas berat dan penuh tantangan ini hanya dapat dijalankan oleh orang yang
Allah anugerahkan kemampuan kepadanya.
Dalam agama Islam, puncak tertinggi pemahaman terhadap
firman Allah ditempati oleh Rasulullah Muhammad SAW. Di tangan manusia paling
mulia ini firman Allah menjadi mudah dipahami dan dilaksanakan. “Pesan langit” yang
diturunkan kepada umat manusia “diterjemahkan” Rasulullah sesuai dengan
petunjuk dari-Nya. Karena Allah berfirman dalam Al-Quran, “Dan dia tidaklah
berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah
wahyu yang disampaikan kepadanya”. (QS. An-Najm: 3-4) Pesan langit itu
kemudian membumi dan menemukan konteksnya sehingga mudah dipahami manusia dan bisa
dikerjakan atau dilaksanakan.
Sahabat Rasulullah
Selanjutnya setelah Rasulullah meninggal dunia, peran
besar itu beralih kepada para sahabat. Dikarenakan mereka hidup dan
berinteraksi secara langsung dengan Rasulullah maka pemahaman mereka terhadap
firman Allah dan Sabda Rasul tidak diragukan lagi kesahihannya. Mereka lah
orang-orang terdekat dan langsung merasakan lahir dan tumbuhnya Islam. Berkat
dakwah mereka ajaran Islam berkembang ke seantero dunia. Islam tidak hanya
menjadi monopoli bangsa Arab, tetapi Islam menjadi hak milik setiap insan di
dunia ini.
Sebagaimana telah diketahui, para sahabat Rasul berasal
dari berbagai latar belakang suku, sosial, ekonomi, dan budaya. Ada yang
pedagang, bangsawan, tokoh agama, prajurit, Arab, Persia, dan lain sebagainya.
Disebabkan latar belakang yang beragam tersebut maka setiap sahabat memiliki penafsiran
masing-masing yang tidak sama antara satu sahabat dengan sahabat lainnya. Namun
demikian, penafsiran itu tetap berada dalam koridor Al-Quran dan Hadits Nabi.
Misalnya perbedaan penafsiran Abu Bakar dengan sahabat-sahabat lainnya terkait
dengan tindakan kepada orang-orang yang menolak membayar zakat.
Setelah sahabat Rasulullah meninggal, penafsiran terhadap
Al-Quran dan Hadits dipegang oleh ulama. Secara sederhana ulama adalah orang
yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam. Di tangan ulama
pemahaman dan penafsiran Al-Quran dan Hadits berkembang sepanjang zaman. Para
ulama berperan besar menjaga dan melestarikan pesan-pesan ilahiah. Ibarat
peribahasa yang berbunyi “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan”.
Penjabaran Ulama
Kata ulama berasal dari Bahasa Arab. Kata dasarnya adalah
‘alama yang bermakna ilmu atau pengetahuan. Bentuk fa’il-nya (subyek)
adalah ‘aalim, orang yang berilmu dan jamaknya adalah ‘ulama. Dengan
demikian, ulama adalah orang-orang yang memiliki ilmu agama. Jika dijabarkan
lebih jauh masing-masing huruf dalam kata ulama itu bisa memiliki makna-makna
yang mendalam.
Sesuai dengan kata dasarnya, ulama terdiri dari 3 (tiga)
huruf, yaitu ‘ain, lam, dan mim. Huruf pertama, yaitu huruf ‘ain
bisa dijabarkan menjadi ‘aaliyun artinya tinggi. Dengan demikian,
seorang ulama memiliki kedudukan yang tinggi. Kedudukan tinggi seorang ulama
tidak hanya di hadapan Allah, tetapi juga di kalangan manusia. Dengan kapasitas
dan kualitas yang dimilikinya wajar saja ia memiliki kedudukan yang tinggi.
Kedudukan tinggi yang didapatkan oleh ulama berasal dari keahliannya dalam
memberikan pemahaman dan bimbingan keagamaan masyarakat. Di tangan ulama
berbagai permasalahan pemahaman agama dapat dipecahkan. Keraguan yang ada
hilang berganti dengan keyakinan.
Huruf berikutnya adalah lam. Huruf lam bisa
dijabarkan dengan kata lathif artinya halus dan bagus. Maknanya seorang
ulama pasti memiliki budi pekerti yang halus dan bagus. Jika ada orang yang
mengaku-ngaku dan mengklaim sebagai ulama tetapi ucapannya kasar maka bisa
dipastikan ia bukanlah ulama. Apabila ada orang yang berperangai jelek, suka
mengumpat, bahagia melihat orang sengsara, sedih melihat orang bahagia, gemar
adu domba, meskipun ia memakai kopiah atau sorban maka ia sudah pasti bukan
ulama. Karena seorang ulama pasti tidak akan melakukan itu semua.
Huruf terakhir adalah mim. Huruf mim jika
dijabarkan menjadi malik artinya penguasa atau memiliki kekuasaan.
Maknanya seorang ulama memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan dalam agama yang
sudah pasti ia telah kuasai maupun kekuasaan lainnya. Mengapa ulama bisa
memiliki kekuasaan? Jawabannya karena seandainya ulama tidak berkuasa secara
langsung, penguasa pasti tetap meminta saran pendapat kepada ulama. Pendapat
ulama menjadi pegangan bagi para penguasa.
Tidak mudah menjadi ulama
Dari ketiga hal di atas dapat dipahami bahwa ulama
memiliki peran besar dan mulia. Oleh sebab itu, tidak mudah menjadi ulama.
Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh ulama. Tidak jarang meskipun ulama
sudah melakukan tindakan benar tapi masih saja ada yang menganggapnya salah.
Apalagi jika ada ulama yang khilaf atau keliru dalam bertindak atau berpendapat
maka orang-orang yang tidak menyukai ulama akan mem-viral-kannya. Seolah-olah
bumi ini akan runtuh dibuatnya.
Kita bisa melihat bagaimana ulama di mata masyarakat. Ada
ulama yang menerima bayaran pada saat ceramah dikatakan ulama matre. Ulama
itu akan dikatakan terlalu mementingkan dunia, lupa akhirat. Bahkan akan ada
yang mengatakan ia telah menjual agamanya dengan bayaran yang ia terima. Tapi,
jika ia tidak menerima bayaran maka ia akan digelari ulama sombong. Muncul
pernyataan bahwa wajar saja banyak ulama yang miskin karena dikasih uang atau
bayaran tidak mau menerima.
Dalam kehidupan sehari-hari apabila ada ulama yang
sederhana atau tidak memiliki harta maka akan muncul pernyataan kasihan sekali.
Akan ada pertanyaan mengapa mau menjadi ulama? Sebaliknya jika ada ulama yang
bermobil mewah dan berharta banyak maka muncul pernyataan sinis bahwa sebagai
ulama harus sederhana. Bahkan status ulamanya pun dipertanyakaan masyarakat.
Demikianlah ulama di mata masyarakat. Memang tidak mudah menjadi ulama
karena kedudukan ulama sangat mulia di sisi Allah. Hanya orang-orang tertentu
dan dikasihi Allah yang benar-benar bisa memahami dan melihat kemuliaan ulama.
Wallahu a’laam.[]
0 Komentar