Siapa Ulama?

Setiap orang membutuhkan sosok yang dapat memberikan petunjuk dan pembimbing dalam kehidupannya. Ini dikarenakan tidak setiap orang memiliki kemampuan untuk memahami firman Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya. Hanya orang-orang tertentu yang dapat mengemban tugas mulia ini. Tugas berat dan penuh tantangan ini hanya dapat dijalankan oleh orang yang Allah anugerahkan kemampuan kepadanya.

Dalam agama Islam, puncak tertinggi pemahaman terhadap firman Allah ditempati oleh Rasulullah Muhammad SAW. Di tangan manusia paling mulia ini firman Allah menjadi mudah dipahami dan dilaksanakan. “Pesan langit” yang diturunkan kepada umat manusia “diterjemahkan” Rasulullah sesuai dengan petunjuk dari-Nya. Karena Allah berfirman dalam Al-Quran, “Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya”. (QS. An-Najm: 3-4) Pesan langit itu kemudian membumi dan menemukan konteksnya sehingga mudah dipahami manusia dan bisa dikerjakan atau dilaksanakan.

Sahabat Rasulullah
Selanjutnya setelah Rasulullah meninggal dunia, peran besar itu beralih kepada para sahabat. Dikarenakan mereka hidup dan berinteraksi secara langsung dengan Rasulullah maka pemahaman mereka terhadap firman Allah dan Sabda Rasul tidak diragukan lagi kesahihannya. Mereka lah orang-orang terdekat dan langsung merasakan lahir dan tumbuhnya Islam. Berkat dakwah mereka ajaran Islam berkembang ke seantero dunia. Islam tidak hanya menjadi monopoli bangsa Arab, tetapi Islam menjadi hak milik setiap insan di dunia ini.

Sebagaimana telah diketahui, para sahabat Rasul berasal dari berbagai latar belakang suku, sosial, ekonomi, dan budaya. Ada yang pedagang, bangsawan, tokoh agama, prajurit, Arab, Persia, dan lain sebagainya. Disebabkan latar belakang yang beragam tersebut maka setiap sahabat memiliki penafsiran masing-masing yang tidak sama antara satu sahabat dengan sahabat lainnya. Namun demikian, penafsiran itu tetap berada dalam koridor Al-Quran dan Hadits Nabi. Misalnya perbedaan penafsiran Abu Bakar dengan sahabat-sahabat lainnya terkait dengan tindakan kepada orang-orang yang menolak membayar zakat.

Setelah sahabat Rasulullah meninggal, penafsiran terhadap Al-Quran dan Hadits dipegang oleh ulama. Secara sederhana ulama adalah orang yang ahli dalam hal atau dalam pengetahuan agama Islam. Di tangan ulama pemahaman dan penafsiran Al-Quran dan Hadits berkembang sepanjang zaman. Para ulama berperan besar menjaga dan melestarikan pesan-pesan ilahiah. Ibarat peribahasa yang berbunyi “tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan”.

Penjabaran Ulama
Kata ulama berasal dari Bahasa Arab. Kata dasarnya adalah ‘alama yang bermakna ilmu atau pengetahuan. Bentuk fa’il-nya (subyek) adalah ‘aalim, orang yang berilmu dan jamaknya adalah ‘ulama. Dengan demikian, ulama adalah orang-orang yang memiliki ilmu agama. Jika dijabarkan lebih jauh masing-masing huruf dalam kata ulama itu bisa memiliki makna-makna yang mendalam.

Sesuai dengan kata dasarnya, ulama terdiri dari 3 (tiga) huruf, yaitu ‘ain, lam, dan mim. Huruf pertama, yaitu huruf ‘ain bisa dijabarkan menjadi ‘aaliyun artinya tinggi. Dengan demikian, seorang ulama memiliki kedudukan yang tinggi. Kedudukan tinggi seorang ulama tidak hanya di hadapan Allah, tetapi juga di kalangan manusia. Dengan kapasitas dan kualitas yang dimilikinya wajar saja ia memiliki kedudukan yang tinggi. Kedudukan tinggi yang didapatkan oleh ulama berasal dari keahliannya dalam memberikan pemahaman dan bimbingan keagamaan masyarakat. Di tangan ulama berbagai permasalahan pemahaman agama dapat dipecahkan. Keraguan yang ada hilang berganti dengan keyakinan.

Huruf berikutnya adalah lam. Huruf lam bisa dijabarkan dengan kata lathif artinya halus dan bagus. Maknanya seorang ulama pasti memiliki budi pekerti yang halus dan bagus. Jika ada orang yang mengaku-ngaku dan mengklaim sebagai ulama tetapi ucapannya kasar maka bisa dipastikan ia bukanlah ulama. Apabila ada orang yang berperangai jelek, suka mengumpat, bahagia melihat orang sengsara, sedih melihat orang bahagia, gemar adu domba, meskipun ia memakai kopiah atau sorban maka ia sudah pasti bukan ulama. Karena seorang ulama pasti tidak akan melakukan itu semua.

Huruf terakhir adalah mim. Huruf mim jika dijabarkan menjadi malik artinya penguasa atau memiliki kekuasaan. Maknanya seorang ulama memiliki kekuasaan, baik itu kekuasaan dalam agama yang sudah pasti ia telah kuasai maupun kekuasaan lainnya. Mengapa ulama bisa memiliki kekuasaan? Jawabannya karena seandainya ulama tidak berkuasa secara langsung, penguasa pasti tetap meminta saran pendapat kepada ulama. Pendapat ulama menjadi pegangan bagi para penguasa.

Tidak mudah menjadi ulama
Dari ketiga hal di atas dapat dipahami bahwa ulama memiliki peran besar dan mulia. Oleh sebab itu, tidak mudah menjadi ulama. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh ulama. Tidak jarang meskipun ulama sudah melakukan tindakan benar tapi masih saja ada yang menganggapnya salah. Apalagi jika ada ulama yang khilaf atau keliru dalam bertindak atau berpendapat maka orang-orang yang tidak menyukai ulama akan mem-viral-kannya. Seolah-olah bumi ini akan runtuh dibuatnya.

Kita bisa melihat bagaimana ulama di mata masyarakat. Ada ulama yang menerima bayaran pada saat ceramah dikatakan ulama matre. Ulama itu akan dikatakan terlalu mementingkan dunia, lupa akhirat. Bahkan akan ada yang mengatakan ia telah menjual agamanya dengan bayaran yang ia terima. Tapi, jika ia tidak menerima bayaran maka ia akan digelari ulama sombong. Muncul pernyataan bahwa wajar saja banyak ulama yang miskin karena dikasih uang atau bayaran tidak mau menerima.

Dalam kehidupan sehari-hari apabila ada ulama yang sederhana atau tidak memiliki harta maka akan muncul pernyataan kasihan sekali. Akan ada pertanyaan mengapa mau menjadi ulama? Sebaliknya jika ada ulama yang bermobil mewah dan berharta banyak maka muncul pernyataan sinis bahwa sebagai ulama harus sederhana. Bahkan status ulamanya pun dipertanyakaan masyarakat. 

Jika ada ulama yang diajak atau dilibatkan secara langsung oleh penguasa dalam pemerintahan dikatakan ia telah dimanfaatkan oleh penguasa. Ia hanya dijadikan sebagai alat penguasa untuk meraih kekuasaan. Sebaliknya, jika ia tidak mau diajak atau dilibatkan oleh penguasa maka ia dicap sebagai ulama yang tidak peduli dengan negara. Penguasanya akan dilabeli telah melecehkan agama karena tidak mempedulikan ulama. 

Demikianlah ulama di mata masyarakat. Memang tidak mudah menjadi ulama karena kedudukan ulama sangat mulia di sisi Allah. Hanya orang-orang tertentu dan dikasihi Allah yang benar-benar bisa memahami dan melihat kemuliaan ulama. Wallahu a’laam.[]


Posting Komentar

0 Komentar