Pulau Bangka Melintasi Waktu

Pulau Bangka adalah satu di antara dua pulau besar yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pulau lainnya adalah pulau Belitung. Kedua pulau ini meskipun terpisah tapi memiliki banyak kesamaan. Di antaranya adalah di kedua pulau ini sama-sama terdapat timah. Di samping itu, di kedua pulau ini pantai-pantainya memiliki kontur dan pemandangan yang mirip, dengan pasir putih, lautan biru, dan batu-batu besar menghiasi pantai-pantai di kedua pulau ini.

Pulau Bangka memiliki masyarakat yang beragam. Sebagaimana umumnya budaya pesisir pantai, masyarakat di pulau Bangka berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan mayoritas Melayu, penduduk pulau Bangka juga diisi oleh orang Jawa, Minangkabau, Tionghoa, Bugis, Flores, Medan, dan lain-lainnya. Heterogenitas ini menjadi kekuatan tersendiri untuk berkembangnya kebudayaan di pulau Bangka.

Kolong bekas penambangan timah nampak di kejauhan
Sudah sejak dulu kala pulau Bangka dikenal sebagai pulau penghasil timah terbesar di Indonesia. Timah pulau ini pada era tahun 70-an menjadi penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia. Namun sayangnya, pada saat itu masyarakat di pulau ini tidak benar-benar merasakan anugerah timah di tanah yang dipijaknya. Masyarakat tidak pernah bisa mengambil timah secara langsung sehingga apa yang diceritakan pada novel Andrea Hirata berjudul Laskar Pelangi menemukan kebenarannya. Jika ada masyarakat yang mencoba-coba mengambil timah maka hukuman berat akan didapatkannya. Barulah pada era reformasi, yaitu sekitar tahun 2000-an masyarakat dapat menambang timah sendiri.

Pemandangan bekas penambangan timah dengan latar belakang Bukit Pading
Dengan dibebaskannya masyarakat menambang timah berakibat positif sekaligus negatif bagi pulau Bangka. Positifnya adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Timah membuat masyarakat bangka mampu mendirikan rumah-rumah berdinding beton dan beratapkan genteng. Sebelumnya, masyarakat di pulau Bangka kebanyakan memiliki rumah yang berdinding papan, kulit, dan beratapkan rumbia dan seng. Setelah penambangan timah dibebaskan, rumah-rumah yang berdinding papan sangat sulit ditemukan di daerah ini, apalagi rumah berdinding kulit.

Kebun lada warga. Dulu lada Bangka sangat terkenal hingga ada sebutan Muntok White Pepper.
Tumpukan kayu yang digunakan untuk menunjang pohon lada. Di pulau Bangka masyarakat menyebutnya dengan nama junjung sahang.
Masyarakat Bangka juga mampu membeli kendaraan, baik itu sepeda motor maupun mobil. Dulu, pada saat penambangan timah masih dikuasai oleh pemerintah, kendaraan masyarakat pada umumnya adalah sepeda. Hanya sedikit sekali orang yang memiliki sepeda motor, apalagi mobil. Saat ini, motor menjadi barang yang lazim ditemukan hampir di setiap rumah penduduk di pulau Bangka. Tidak heran jika kunci motor masih melekat di motor tapi motor itu tidak akan hilang. Ia akan tetap aman meskipun kuncinya masih tetap bergelantung di tempatnya.

Nama jalan di Koba yang selain bertuliskan Latin juga beraksara Arab Melayu
Namun demikian, selain dampak positif, timah juga membawa dampak negatif, yaitu rusaknya lingkungan pulau Bangka. Dengan adanya aktivitas penambangan, lubang-lubang bekas penambangan bertebaran di pulau Bangka. Lubang-lubang ini oleh masyarakat Bangka disebut kolong. Kolong-kolong yang ada tidak bisa dimanfaatkan lagi, kecuali hanya untuk mandi pada saat musim kemarau. Selain banyaknya kolong, akibat negatif penambangan timah adalah pendangkalan sungai-sungai yang ada di pulau ini. Sungai-sungai yang dulunya dalam dan berair jernih kini berubah menjadi dangkal dan keruh penuh lumpur. Akibatnya pada saat hujan turun, banyak daerah di pulau bangka yang terkena banjir.

Kondisi di atas membuat masyarakat di pulau Bangka menyadari bahwa timah tidak bisa dijadikan sandaran utama kesejahteraan. Oleh sebab itu, dengan didukung oleh pemerintah, masyarakat di pulau Bangka mulai banyak yang berkebun. Bagi yang memiliki modal besar menanam sawit. Perkebunan sawit hampir ditemukan diberbagai daerah di pulau Bangka. Disebabkan banyaknya sawit yang ditanam, mobil truk pembawa sawit yang akan masuk ke pabrik antre sampai berkilo-kilo meter. Tapi bagi yang memiliki modal tidak terlalu besar menanam karet. Ada juga yang coba menanam kembali lada yang dulu pernah menjadi tanaman utama di pulau ini.
Pohon karet di kebun warga yang sudah siap diambil getahnya
Selain berkebun, masyarakat di pulau Bangka juga ada yang menjadi nelayan. Jika dilihat dari kondisi pulau ini, sebenarnya potensi perikanan masih sangat baik untuk dikembangkan. Tidak hanya ikan-ikan yang ada di laut, bekas-bekas kolong penambangan timah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk budi daya ikan. Hanya saja memang dibutuhkan perhatian lebih dari pemerintah untuk membimbing masyarakat sehingga memiliki kemampuan dan pengetahuan dalam budi daya ikan di bekas kolong penambangan timah.

Selain hal di atas, potensi wisata di pulau Bangka sangat menjanjikan. Keindahan pemandangan dan pasir putih pantai menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan berkunjung ke pulau ini. Pasir putih dihiasi dengan batu-batu besar menjadi ciri khas tersendiri pantai yang ada di pulau Bangka. Misalnya seperti Pantai Tanjung Berikat yang ada di Kabupaten Bangka Tengah. Pantai ini memiliki 2 (dua) sisi, yang satu berombak besar, dan satunya lagi berombak kecil. Di kedua sisi pantai ini dapat ditemukan pasir putih dan batu-batu besar.

Pantai Tanjung Berikat di sisi sebelah utara
Jagoan penulis sedang bermain di Pantai Tanjung Berikat sisi sebelah selatan
Di pantai Tanjung Berikat juga terdapat tower. Dari atas tower ini pemandangan sekitaran pantai dapat terlihat dengan jelas dan indah. Tidak jauh dari tower, di dekat pantai, terdapat goa. Menurut cerita masyarakat setempat goa itu tembus ke pulau Kalasa. Berdasarkan cerita yang pernah saya baca dari buku sejarah peperangan di pulau Bangka, dahulu pada masa penjajahan Belanda pernah terjadi pasukan Belanda berperang sesama mereka di tempat ini. Jadi pada waktu itu para pejuang sudah dikepung oleh pasukan Belanda. Dengan posisi terkepung, para pejuang kemudian masuk ke dalam goa. Sementara pasukan penjajah Belanda tidak tahu sehingga pada saat pasukan di sisi yang lain mulai menembak mereka mengira itu tembakan dari para pejuang. Akhirnya sesama pasukan Belanda saling menembak dan para pejuang selamat. Namun sayangnya, tidak setiap saat wisatawan dapat melihat goa ini karena jika pasang naik goa ini tidak akan terlihat. Ia hanya akan terlihat pada saat pasang surut. 

Dengan pemandangan yang indah seharusnya pemerintah menyediakan fasilitas yang memadai untuk daerah ini. Fasilitas yang ada di pantai ini harus diakui belum mendukung sepenuhnya untuk dijadikan objek wisata yang dapat dikunjungi setiap hari. Hanya pada saat hari raya pantai ini banyak dikunjungi wisatawan. Pada saat itulah masyarakat banyak berjualan di pantai ini. Selepas hari raya, pantai ini kembali tenggelam ke dalam kesunyian. 

Tidak jauh dari kota Pangkalpinang terdapat pantai Pasir Padi. Selain hari Minggu, biasanya pantai ini ramai dikunjungi wisatawan pada sore hari. Karena di sore hari pemandangan akan semakin indah di pantai ini. Di sepanjang pantai ini kita bisa menikmati kelapa muda dengan harga Rp15.000 per biji.


Selain wisata pantai, di pulau Bangka juga dikembangkan wisata Hutan Pelawan di desa Namang. Di hutan ini, wisatawan bisa melihat jamur pelawan dan juga bisa merasakan pahitnya madu pelawan. Di desa Lubuk Lingkuk, Kabupaten Bangka Tengah juga terdapat wisata madu kelulut. 
Memanen madu kelulut
Di tempat itu, wisatawan bisa secara langsung meminum madu kelulut dengan hanya membayar Rp.10.000 saja. Madu kelulut ini memiliki rasa yang manis bercampur asam. Untuk menuju ke tempat ini, wisatawan harus menaiki perahu terlebih dahulu. Perahu-perahu ini baru akan bergerak jika penumpang sudah penuh.[]

Posting Komentar

0 Komentar